5 Orang Terkaya di Dunia Makin Kaya dan Orang Miskin Makin Banyak
Editorindonesia, Jakarta – 5 (lima) orang terkaya di dunia yakni Elon Musk, Bernard Arnault, Jeff Bezos, Larry Ellison, dan Mark Zuckerberg mengalaminya peningkatan harta. Harta kelimanya naik lebih dari dua kali lipat menjadi £681,5 miliar atau Rp13,4 quad triliun sejak 2020.
Kondisi sebaliknya, 60% masyarakat dunia atau hampir lima miliar orang masuk golongan termiskin. Itu semua muncul dari hasil laporan penelitian Oxfam yang diungkapkan pada pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, yang dikutip dari The Guardian, Kamis (18/1/2024).
“Kesenjangan antara kaya dan miskin kemungkinan akan semakin meningkat,” kata laporan tersebut.
Laporan ini juga memperingatkan jika tren yang ada saat ini terus berlanjut, maka kemiskinan dunia tidak akan bisa diberantas hingga 229 tahun ke depan. Menyoroti peningkatan dramatis dalam kesenjangan sejak pandemi Covid-19, Oxfam mengatakan 5 orang terkaya di dunia dan para miliarder dunia menjadi lebih kaya sebesar £2,6 triliun atau Rp51,4 quad triliun dibandingkan 2020.
“Kekayaan mereka tumbuh tiga kali lebih cepat dibandingkan tingkat inflasi,” tambah laporan tersebut.
Temuan lain juga mengungkapkan 10 perusahaan terbesar di dunia dimiliki miliarder yang juga menduduki kursi CEO atau pemegang saham utama. Pada saat yang sama standar hidup jutaan pekerja di seluruh dunia mengalami stagnasi.
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh perusahaan riset Wealth X, kekayaan gabungan lima orang terkaya di dunia dikuasai Elon Musk, Bernard Arnault , Jeff Bezos, Larry Ellison, dan Mark Zuckerberg – meningkat sebesar US$464 miliar setara Rp7,4 quad triliun atau 114%.
Pada periode yang sama, total kekayaan 4,77 miliar orang termiskin dunia yang merupakan 60% populasi dunia telah menurun sebesar 0,2% secara riil.
“Orang-orang di seluruh dunia bekerja lebih keras dan dengan jam kerja yang lebih lama, sering kali karena upah yang sangat rendah dalam pekerjaan yang berbahaya dan tidak aman. Kondisi di 52 negara, upah riil rata-rata hampir 800 juta pekerja telah turun. Para pekerja ini telah kehilangan total kerugian sebesar US$1,5 triliun atau Rp23 quad triliun selama dua tahun terakhir, setara dengan hilangnya gaji selama 25 hari untuk setiap pekerja,” ungkap laporan itu.
Laporan tersebut juga menemukan bahwa 148 perusahaan terbesar di dunia bersama-sama meraup total laba bersih sebesar US$1,8 triliun atau Rp27 quad triliun pada Juni 2023, melonjak sebesar 52% dibandingkan dengan rata-rata laba bersih periode 2018-2021.
Laporan tersebut menyerukan pajak kekayaan untuk memperbaiki keseimbangan antara pekerja dan pemilik perusahaan. Julia Davies, seorang investor dan anggota pendiri Patriotic Millionaires Inggris, sebuah kelompok jutawan non-partisan Inggris yang berkampanye untuk pajak, mengatakan pungutan atas kekayaan sangat kecil dibandingkan dengan pajak atas penghasilan dari bekerja.
“Bayangkan saja berapa biaya yang dapat diperoleh dari investasi sebesar £22 miliar atau Rp425 triliun per tahun untuk sektor layanan publik dan infrastruktur. Itu dapat meningkatkan kehidupan kita semua yang tinggal di Inggris dan memberikan perawatan dan dukungan yang dibutuhkan dan layak diterima oleh para lansia, muda, dan rentan,” katanya.
Oxfam mengatakan indeks Gini terbaru yang mengukur ketimpangan menemukan bahwa ketimpangan pendapatan global kini sebanding dengan Afrika Selatan, negara dengan ketimpangan tertinggi di dunia. Kelompok 1% terkaya di dunia memiliki 59% dari seluruh aset keuangan global, termasuk saham, obligasi, dan saham, serta kepemilikan di bisnis swasta.
Di Inggris, 1% orang terkaya memiliki 36,5% dari seluruh aset keuangan, dengan nilai £1,8 triliun atau Rp35 quad triliun. Aleema Shivji, kepala eksekutif sementara Oxfam, mengatakan hal-hal ekstrem ini tidak dapat diterima sebagai norma baru.
Menurut dia dunia tidak mampu menanggung perpecahan selama satu dekade lagi. Kemiskinan ekstrem di negara-negara termiskin masih lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi.
Namun sejumlah kecil orang super kaya berlomba untuk menjadi triliuner pertama di dunia dalam 10 tahun ke depan. Jurang pemisah yang semakin lebar antara kelompok kaya dan kelompok lainnya bukanlah suatu kebetulan, dan juga tidak dapat dihindari.
“Pemerintahan di seluruh dunia dengan sengaja membuat pilihan politik yang memungkinkan dan mendorong terjadinya distorsi konsentrasi kekayaan ini, sementara ratusan juta orang hidup dalam kemiskinan. Perekonomian yang lebih adil adalah mungkin, yang bermanfaat bagi kita semua. Yang dibutuhkan adalah kebijakan terpadu yang memberikan perpajakan yang lebih adil dan dukungan bagi semua orang, bukan hanya kelompok yang memiliki hak istimewa,” tutup laporan tersebut. (Her)