Anies: Setiap Anak Bisa Sekolah dan Semua Jadi Sekolah Favorit
Editorindonesia, Jakarta : Anies Baswedan, calon presiden nomor urut 1 memastikan semua anak usia sekolah dapat bersekolah dan semua sekolah merupakan sekolah favorit. Syaratnya jika pasangan AMIN kepanjangan dari Anies-Muhaimin terpilih dalam Pemilu Presiden 2024.
Dengan demikian orang tua tak perlu khawatir untuk berebut bangku sekolah, dan berlomba-lomba mencarikan bangku untuk anaknya di sekolah negeri yang favorit.
Dalam video yang diunggah Anies bersama tim kampanye di akun media sosial pada Selasa, 26 Desember 2023, memperlihatkan para orang tua berkompetisi memperebutkan bangku sekolah untuk anak mereka pada Tahun Ajaran Baru Juli 2026. Mereka digambarkan sedang berlomba selayaknya lomba lari di lintasan. Persiapan dilakukan dengan matang. Ketika terdengar bunyi pelatuk, mereka urung lari lantaran di depan ada yang membawa plakat bertuliskan, “Semua anak dapat bangku sekolah,” lalu di pinggir stadion banner bertuliskan, “Semua sekolah kualitas favorit dari kota hingga desa.”
Anggota Dewan Pakar Timnas Pemenangan AMIN, Abdul Malik Gismar menuturkan, pendidikan merupakan persoalan fundamental bangsa. “Dapat bangku” (akses) dan semua sekolah favorit (kualitas) harus disebutkan dalam satu tarikan napas. Maksudnya, setiap orang memiliki akses terhadap pendidikan berkualitas,” kata Malik kepda wartawan, dikutip pada Sabtu (30/12/2023)
Dasar pemikiran ini sudah dicantumkan di UUD 1945 pasal 28C. Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
Pendidikan yang berkualitas adalah hak setiap warganegara dan pemerintah wajib menyediakannya. Pengalaman pendidikan anak-anak Indonesia harus diupayakan sama dari sisi sarana prasarana, kualitas guru, dan sebagainya.
Malik menuturkan, orang tua terpaksa mencarikan anaknya ke sekolah yang lebih jauh lantaran sekolah dekat rumah tidak tersedia. Ongkos transportasinya lebih besar. Kadang terlalu mahal sehingga orang tua tak mampu menyekolahkan.
Menurut Malik, hal ini merupakan persoalan serius terutama di daerah pedesaan, dan tidak akan dibiarkan terus seperti ini. Sekitar 6,94% (953.521) anak usia 13-15 tahun (SMP) tidak sekolah; 60,78% tinggal di daerah pedesaan. Rata-rata jarak SMP terdekat dari rumah di pedesaan tiga kali lipat jarak di perkotaan, dengan ongkos untuk mencapainya hampir tiga kali lipat.
Di tingkat SMA Sekitar 22,52% (3,02 juta) anak usia 16-18 tahun tidak bersekolah lagi. Sebanyak 59,54% tinggal di pedesaan. Rerata jarak rumah ke SMA di perkotaan 2.99 km, sementara di perdesaan 11.07 km. Di Kalimantan, Maluku, dan Papua lebih jauh lagi. Sudah tentu biaya untuk mencapai SMA di perdesaan juga jauh lebih tinggi dibanding perkotaan. Ini menyebabkan anak-anak pedesaan berguguran di jenjang SMP dan SMA.
Perbedaan kualitas antar sekolah juga jadi persoalan. Jurang yang lebar juga terlihat pada kualitas sekolah di kota dan desa. “Pendidikan berkualitas selama ini hanya ada di pojok-pojok elit, ini tak boleh dibiarkan. Kualitas pendidikan harus merata seluruh Indonesia. Seluruh anak Indonesia harus mendapatkan pendidikan berkualitas,” kata Malik. Ketimpangan ini yang membuat orang tua berebut mencari sekolah.
Baca Juga: Ini Cara Siswa SMAN 2 Distrik Windesi Memperingati Hari Pahlawan
Kita tahu yang bisa masuk sekolah-sekolah favorit terutama adalah anak-anak orang yang mampu, karena biasanya mempersyaratkan nilai tinggi. Nilai ini berkorelasi dengan waktu belajar, pengayaan materi belajar, bimbel, dan sebagainya, yang hanya dimiliki oleh anak-anak dari keluarga mampu. Akibatnya anak-anak kurang mampu harus bersekolah di sekolah yang tidak favorit atau swasta. Swasta yang unggulan biayanya mahal, tapi tak setiap orang mampu lantaran biayanya tinggi.
Menurut Malik, tak boleh lagi sekolah dibiarkan berlapis-lapis perbedaannya. “Harus segera dibenahi. Semua sekolah publik harus memiliki fasilitas yang berkualitas serta menjadi favorit bagi semua orang tua dan murid,” kata Advisor Paramadina Public Policy Institute, Jakarta ini.
Pemahaman semua sekolah harus favorit, kata Malik, didasarkan ketimpangan yang selama ini amat lebar. Ia mencontohkan, selama ini ketimpangan di antara sekolah unggulan dengan yang bukan unggulan sangat lebar. Apalagi perbedaan antara sekolah antara kota satu dengan yang lain.
“Bedanya bisa bumi dan langit. Padahal, kewajiban negara memastikan sekolah di manapun memiliki kualitas yang sama, sehingga pengalaman pendidikan anak-anak Indonesia di manapun mereka bersekolah kurang lebih sama,” ucapnya.
Sebagai contoh, hasil UN 2018 (tahun UN terakhir) tingkat SMP antara Kota Semarang yang rata-ratanya 61,81 dengan Kab. Demak yang 49.04; di Tingkat SMA Kota Semarang 58,10 dan Kab. Demak 45,80 (sumber: https://hasilun.pusmenjar.kemdikbud.go.id). Rata-rata nilainya sudah rendah, ditambah perbedaan yang lebih dari 10 poin ini sangat memprihatinkan”.
Malik menjelaskan, negara akan memastikan orang tua tidak perlu khawatir lagi anaknya tidak mendapatkan bangku sekolah. Semua anak tidak boleh putus sekolah. Negara, yang terdiri dari pusat dan daerah akan berkolaborasi membiayai penyediaan sekolah beserta sarana dan prasarananya untuk memastikan terpenuhinya hak anak mendapatkan pendidikan.
“Biaya pendidikan barangkali mahal, tapi jangan pernah dilihat sebagai cost,” ujarnya. Pendidikan adalah investment dengan rate of return yang sangat tinggi bagi bangsa dan negara ini. Dengan sinergi antara pusat dan daerah yang baik Indonesia pasti bisa menyelenggarakan pendidikan berkualitas bagi seluruh anak Indonesia. (Her)