Editor Indonesia, Jakarta – Rencana pemerintah untuk menerapkan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang lebih fleksibel menuai tanggapan serius dari kalangan industri. Direktur Utama PT Astra International Tbk (ASII), Djony Bunarto Tjondro, secara terbuka menyampaikan kekhawatirannya mengenai potensi dampak buruk dari langkah tersebut terhadap perkembangan industrialisasi nasional.
Pernyataan ini disampaikan Djony dalam konferensi pers yang digelar setelah Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) ASII di Menara Astra, Jakarta, pada Kamis (8/5/2025). Menurutnya, aturan TKDN sejak awal dirancang sebagai instrumen untuk membatasi arus impor barang ke pasar Indonesia. Tanpa adanya batasan yang jelas melalui TKDN, Djony khawatir Indonesia hanya akan menjadi sasaran empuk bagi produk-produk impor.
Lebih lanjut, Djony menekankan bahwa TKDN memiliki peran signifikan sebagai pendorong utama dalam menciptakan lapangan pekerjaan.
“TKDN ini nyata-nyata menjadi driver atau pendorong employment. Karena investor dipaksa harus berinvestasi. Investasi ini menimbulkan multiplier effect, UMKM kita terbangun, employment-nya semakin banyak, kemudian masyarakat kita lebih mengerti mengenai masalah industri,” ujarnya.
Djony bahkan menyebut aturan TKDN sebagai inti atau nukleus dari proses industrialisasi di Indonesia. Ia berpendapat bahwa kebijakan ini secara efektif mendorong investor untuk berinvestasi di dalam negeri, yang pada gilirannya menciptakan lapangan kerja dan potensi devisa melalui ekspor.
Ia juga menyinggung bahwa kebijakan ini telah menjadi kebijaksanaan yang dianut sejak 40 hingga 50 tahun yang lalu. Meskipun demikian, Djony menegaskan bahwa Astra akan tetap patuh terhadap kebijakan TKDN yang ditetapkan oleh pemerintah saat ini.
“Tetapi apapun yang disampaikan oleh pemerintah hari ini mengenai TKDN ya kita ikut,” terangnya.
Kendati demikian, Djony menyatakan optimismenya bahwa ASII akan mampu mempertahankan daya saingnya meskipun aturan TKDN dilonggarkan. Ia mengungkapkan bahwa pangsa pasar produk yang didistribusikan oleh Astra pernah mencapai puncak tertinggi sebesar 56%, bahkan sebelum masuknya produk-produk dari China dan kendaraan listrik ke pasar Indonesia.
“Kita cukup resilient di dalam sana. Tapi tidak membuat kita berdiam diri, kita tetap akan fight, bekerjasama dengan partner kita bagaimana kita bisa catch up di sini,” jelasnya.
Senada dengan Djony, Direktur ASII Henry Tanoto dalam kesempatan yang sama memaparkan bahwa pangsa pasar perseroan hingga kuartal I tahun 2025 masih stabil di angka 54%. Ia juga menyoroti bahwa sekitar 90% produk-produk Astra saat ini diproduksi di dalam negeri dengan tingkat TKDN yang tinggi.
Henry menambahkan bahwa selama implementasi TKDN, Astra telah berhasil berkontribusi dalam membangun industri, menciptakan lapangan kerja, dan menjaga keberlangsungan rantai pasok di dalam negeri. Hal ini, menurutnya, turut menjaga daya saing pasar domestik seiring dengan perkembangan positif industri lokal dari waktu ke waktu.
“Hal ini juga terbukti dengan semakin banyaknya investasi di dalam konteks otomotif industri yang belakangan ini. Jadi itu adalah ini (pandangan) kita tentang TKDN. Jadi memang itu adalah salah satu hal yang membuat akhirnya terjadinya industri, lokal industri yang lebih baik gitu. Jadi itu harapannya kita semoga ini juga bisa terus dijalankan untuk membangun industri lokal yang lebih kompetitif,” tutur Henry. (Her)
Sebagai informasi, aturan mengenai TKDN saat ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 29 Tahun 2017. Peraturan ini mengatur berbagai skema investasi untuk memenuhi persyaratan TKDN, termasuk skema manufaktur, aplikasi, dan inovasi. Penerapan TKDN mencakup berbagai sektor industri, termasuk industri otomotif.
Untuk sektor kendaraan roda empat, aturan TKDN diberlakukan secara bertahap. Pada periode 2019-2021, ditetapkan TKDN minimum sebesar 35%. Kemudian, pada periode 2022-2026, meningkat menjadi minimum 40%. Selanjutnya, pada 2027-2029, target TKDN komponen lokal adalah 60%, dan pada tahun 2030 diharapkan mencapai TKDN maksimum sebesar 80%. (Didi)