Nusantara

Lentera dari Tanasumpu: Dua Daiyah Muda Dewan Dakwah Terangi Pedalaman Morowali Utara

×

Lentera dari Tanasumpu: Dua Daiyah Muda Dewan Dakwah Terangi Pedalaman Morowali Utara

Sebarkan artikel ini
Lentera dari Tanasumpu: Dua Daiyah Muda Dewan Dakwah Terangi Pedalaman Morowali Utara
Daiyah Dewan Dakwah mengajarkan bahasa Indonesia, di pedalaman Morowali Utara, Sulteng/dok.Editor Indonesia/HO-DDII

Di tengah perbukitan hijau Morowali Utara, dua daiyah muda Dewan Dakwah menyalakan cahaya ilmu dan iman di pedalaman. Ustadzah Ila Junia dan Ustadzah Nurul Izzah tinggal di Desa Tanasumpu, mengajar anak-anak dan membina ibu-ibu dengan segala keterbatasan—jalan berbatu, listrik tak menentu, hingga air yang sulit saat musim hujan. Dari SMP IT Al Muhajirin hingga TPA sederhana, keduanya menanamkan semangat belajar dan keikhlasan berdakwah. Program Mabit, kajian rumah, hingga majelis taklim mereka tumbuhkan dari nol. Dari rumah sewa di ujung desa, dua lentera muda ini membuktikan: dakwah sejati adalah kesetiaan untuk menerangi, meski di tengah gelapnya pedalaman.

Editor Indonesia, Tanasumpu — Jauh dari riuh kota, di tengah perbukitan hijau dan jalan berbatu yang kerap menjatuhkan pengendara motor, dua daiyah muda tetap menyalakan cahaya ilmu dan iman bagi masyarakat pedalaman. Mereka adalah Ustadzah Ila Junia dan Ustadzah Nurul Izzah, dai pengabdian Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang telah setahun mendampingi masyarakat Desa Tanasumpu dan wilayah sekitar di Kecamatan Mamosalato, Morowali Utara, Sulawesi Tengah.

Tiba di lokasi pengabdian pada September 2024, Ustadzah Ila mendapati kondisi desa masih sangat terbatas. Jalanan berupa tanah, listrik dan jaringan sering terputus, bahkan sumber air sulit didapat saat musim hujan. Namun, sambutan hangat warga membuat segala kelelahan sirna.

“Alhamdulillah, masyarakat sangat menerima, bahkan sering mengundang saya untuk mengisi kajian di rumah mereka,” tutur Ustadzah Ila, Jumat (31/10/2025).

Menyalakan Lentera Ilmu di Tanah Pedalaman

Di Tanasumpu berdiri SMP IT Al Muhajirin Dewan Dakwah, sekolah lanjutan bagi anak-anak pedalaman dari Ngoyo dan Uemalingku setelah mereka tamat SD. Bangunannya masih sederhana, sementara asrama putrinya menempati rumah sewa. Kedatangan dua daiyah muda ini menjadi “nyawa baru” bagi sekolah tersebut, menghadirkan sistem pembinaan yang lebih terarah.

Setiap Rabu dan Kamis pagi, Ustadzah Ila mengajar Bahasa Indonesia. Tantangan terbesarnya bukan pada materi, melainkan kemampuan bahasa para santri yang masih terbiasa menggunakan Bahasa Tau Ta’a, bahasa ibu mereka.

“Bukan hanya agar mereka paham isi pelajaran, tapi juga supaya lancar membaca,” ujarnya.

Selain mengajar, Ustadzah Ila berupaya menumbuhkan keberanian dan kepercayaan diri anak-anak pedalaman yang semula pemalu dan takut berbicara. Prosesnya panjang—harus dipaksa tampil di depan kelas—namun perlahan mereka mulai berani berbicara di hadapan teman-teman mereka.

Dari TPA hingga Majelis Taklim Pedalaman

Setiap sore, dari Senin hingga Sabtu, dua daiyah ini juga mengajar di TPA Dewan Dakwah. Dari awalnya hanya sepuluh santri, kini berkembang menjadi tiga puluh anak. Mereka yang semula belum bisa melafalkan bacaan salat kini lancar menghafal dan mempraktikkannya.

Salah satu kegiatan favorit anak-anak adalah Mabit (Malam Bina Iman dan Taqwa) — program yang baru pertama kali mereka alami. Para santri menginap di masjid, mengikuti lomba hafalan, nobar islami, dan kegiatan pembinaan akhlak.

“Mereka sangat antusias, bahkan setelah dua hari selesai, anak-anak meminta diadakan lagi,” kenang Ustadzah Ila.

Tidak hanya fokus pada anak-anak, Ustadzah Ila juga membina majelis taklim ibu-ibu pedalaman di Dusun Poemboto. Dua kali seminggu ia menempuh perjalanan dua jam dengan motor melewati jalan curam dan licin.

“Kami sering jatuh di jalan, tapi kebahagiaan ibu-ibu yang menanti membuat semua terasa ringan,” katanya.

Perubahan mulai terlihat. Ibu-ibu yang sebelumnya masih memegang kepercayaan lama kini memahami tauhid dan meninggalkan kebiasaan syirik. Mereka mulai haus akan bacaan dan meminta buku-buku dakwah untuk memperdalam akidah.

Membangun Peradaban dari Rumah Sewa

Keterbatasan listrik, jaringan, dan air tidak menyurutkan langkah dua daiyah muda ini. Dari rumah sewa sederhana di Tanasumpu, mereka terus menghidupkan cahaya dakwah.

Bagi Ustadzah Ila dan Ustadzah Izzah, dakwah bukan sekadar ceramah. Ia adalah perjalanan membangun peradaban, setapak demi setapak, di pelosok negeri yang jarang dijangkau sorot kamera.

“Selama masih ada semangat belajar dan mengaji di hati mereka, kami akan tetap di sini,” ucap Ustadzah Ila pelan. (RO)

Baca Juga:Dewan Dakwah Lepas 225 Dai Muda ke Daerah 3T, Terbanyak Sepanjang Sejarah