Di Era Digitalisasi Ketinggalan Handphone Bisa Bikin Jantungan
Editorindonesia, Jakarta – Era digitalisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi informasi yang berkembang pesat, hampir semua lini layanan memanfaatkan teknologi digital. Lantaran itu, saat ini orang lebih panik ketinggalan handphone (HP) daripada dompet di rumah.
Bukan karena ada pesan rahasia dari selingkuhan yang takut diketahui pasangannya. Tetapi karena ‘uang’ anda ada di HP, saat ini digitalisasi sudah merambah jauh sektor keuangan.
Mayoritas layanan keuangan saat ini menggunakan sistem digital, baik itu perbankan, asuransi, maupun produk keuangan lainnya. Bahkan beberapa di antaranya sudah saling terkoneksi.
Sehingga tidak mengherankan jika kini orang tidak terlalu mempersoalkan ketinggalan dompet (uang), tapi panik kalau yang tertinggal itu telepon genggam atau handphone.
Kapasitas besar memori handphone keluaran baru memuat penggunanya mengunduh lebih banyak aplikasi, termasuk aplikasi keuangan. Beberapa pemilik handphone bahkan memiliki aplikasi keuangan lebih dari satu.
Meski bank saat ini memiliki layanan digital mobile banking, pada kenyataannya beberapa pengguna masih menyimpan dompet elektronik di dalam handphone. Beberapa pengguna ponsel mempertimbangkan menggunakan dompet elektronik demi keamanan, utamanya dari peretasan.
Contoh, LinkAja selaku penyedia dompet elektronik berhasil menghimpun pengguna terdaftar sebanyak 91 juta pengguna pada semester pertama 2022 atau naik enam persen dibanding periode sebelumnya.
Chief Finance & Strategy Officer (CFSO) LinkAja, Reza Ari Wibowo membagikan kiat-kiat sehingga perusahaan yang sahamnya dipegang delapan BUMN itu semakin banyak diunduh aplikasinya.
Layanan keuangan digital masih menjadi andalan untuk menarik pengguna melalui kolaborasi dengan BUMN, terutama yang terkait dengan ekosistem Telkomsel, Pertamina, dan Himpunan Bank Negara (Himbara).
Langkah ini ternyata membuahkan hasil, di antaranya lewat ekosistem Telkomsel, yang berhasil mendigitalisasi rantai pasok bisnis tradisional Telkomsel di lebih dari 400 ribu peretail.
Sedangkan pada ekosistem Pertamina, memperkuat posisi lewat aplikasi MyPertamina, sebagai penyedia infrastruktur dompet digital sebagai alternatif pembayaran di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Salah satu strategi lain, LinkAja menggandeng sejumlah perusahaan di bawah Kementerian BUMN sebagai penyalur insentif. Dengan cara ini perusahaan mampu mendapatkan basis pengguna loyal dari lingkungan (captive) tanpa harus mengeluarkan biaya-biaya lagi.
Sebagai kelanjutannya, aplikasi ini memiliki penampilan khusus untuk BUMN yang memang diperuntukkan bagi karyawannya yang berfungsi sebagai aplikasi pembayaran dan komunikasi terpadu.
Saat ini lebih dari 200 ribu karyawan BUMN sudah terdaftar untuk dapat menikmati produk, program, informasi, layanan dan telah bertransaksi aktif dalam aplikasi ini.
Upaya menggarap layanan keuangan tidak hanya melalui kolaborasi dengan sesama BUMN, tetapi juga memanfaatkan kecerdasan buatan (artificial intelligence/ AI). Bahkan, perusahaan asuransi kini menggunakan pula teknologi AI untuk menjalin komunikasi dengan pelanggannya.
Alasannya, pengguna asuransi tidak merasa nyaman apabila dihubungi agen. Oleh karena itu, perusahaan asuransi membuatkan agen virtual dari AI yang siap melayani penggunanya.
Teknologi AI di bidang asuransi tidak sekedar memproses kepemilikan produk asuransi tetapi juga bisa dipergunakan untuk klaim, tarik tunai dari gerai mini market, serta direktori untuk mencari rumah sakit terdekat maupun lokasi-lokasi lainnya. Layanan AI juga siap beroperasi 24 jam non-stop serta dirancang untuk bisa menjawab seluruh pertanyaan baik dari pelanggan maupun mitra bisnis.
Teknologi AI tentu sangat bermanfaat. Misal, pengguna asuransi kesehatan yang membutuhkan pelayanan kesehatan pada malam hari, maka dengan fasilitas tersebut pengguna cepat dan mudah bisa mendapatkan pelayanan. (Her)