Film dokumenter Dirty Vote/dok.Ig dandhy_laksono

Dirty Vote dan Kerisauan Kecurangan Pemilu 2024

Editorindonesia, Jakarta – Film dokumenter ‘Dirty Vote‘ yang mengungkap kecurangan pemilu resmi dirilis hari Minggu (11/2/2024). Dirty Vote disutradarai Dandhy Dwi Laksono. Film itu dibintangi oleh tiga ahli hukum tata negara yakni Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.

Film berdurasi selama 1 jam 57 detik ini bisa diakses masyarakat via kanal Youtube resmi Dirty Vote. Sutradara Dandhy mengaku film Dirty Vote bertujuan untuk mengedukasi masyarakat di masa tenang pemilu yang berlangsung selama 3 hari mulai dari tanggal 11 Februari hingga 13 Februari 2024.

“Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres, tapi, hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara,” tulis Dandhy di akun instagram pribadinya.

Dalam film ini, 3 pakar tata negara mengungkap berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu dan merusak tatanan demokrasi. Mereka menganalisis dengan gamblang tentang penggunaan infrastruktur kekuasaan yang kuat. Kecurangan pemilu, tanpa malu-malu dipertontonkan secaraterbuka untuk mempertahankan status quo.

Di akhir film Bivitri Susanti mengucapkan kalimat penutup yang menguak dugaan kecurangan pemilu 2024.

“Semua rencana ini tidak didesain dalam semalam, juga tidak didesain sendirian. Sebagian besar rencana kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif untuk mengakali Pemilu ini sebenarnya disusun bersama dengan pihak-pihak lain. Mereka adalah kekuatan yang selama 10 tahun terakhir berkuasa bersama,” ujarnya di akhir film Dirty Vote.

Namun begitu, menurut Bivitri desain kecurangan itu biasa-biasa saja. Justru memalukan dan hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang culas dan tak tahan malu.

“Sebenarnya ini bukan rencana atau desain yang hebat-hebat amat. Skenario seperti ini dilakukan oleh rezim-rezim sebelumnya di banyak negara dan sepanjang sejarah,” ungkapnya.

“Karena itu, untuk menyusun dan menjalankan skenario kotor seperti ini, tak perlu kepintaran atau kecerdasan. Yang diperlukan cuma dua, yakni mental culas dan tahan malu,” tandas Bivitri.

Sebelumnya, Dandhy juga menyita perhatian publik lewat karya film dokumenter Sexy Killers. Dalam film dokumenter Sexy Killers, Dandhy membingkai cerita tentang oligarki yang telah menggerogoti sistem demokrasi di Indonesia. Kali ini,dalam film dirty vote, Dandhy menghadirkan narasi kecurangan Pilpres 2024.

Sang sutradara Dandhy Dwi Laksono

Dandhy Dwi Laksono lahir di Lumajang, Jawa Timur pada 29 Juni 1976. Pria 47 tahun ini merupakan lulusan S1 Hubungan Internasional di Universitas Padjadjaran. Dandhy sendiri memang lama berkarier sebagai jurnalis investigasi dan menuangkannya dalam bentuk tulisan hingga video dokumenter.

Dandhy juga pernah menempuh pendidikan non formal di Ohio University Internship Program on Broadcast Journalist Covering Conflict, Amerika Serikat tahun 2007 mengawali karier jurnalistik sejak tahun 1990. Dandhy menjadi penulis ataupun jurnalis di beberapa media cetak seperti tabloid Kapital dan majalah Warta Ekonomi. Kemudian ia beralih ke media radio seperti Pas FM dan Smart FM serta menjadi stringer di radio ABC Australia.

Kemudian, kariernya berlanjut ke industri televisi menjadi produser hingga kepala seksi peliputan di stasiun televisi nasional. Dandhy pernah bekerja di berbagai platform media mulai dari media cetak, radio, hingga televisi menjadi bekal dirinya mengasah skill dalam membuat film khususnya genre dokumenter.

Sebelum Dirty Vote, nama Dandhy Dwi Laksono sudah lebih dulu populer ketika ia menyutradai film fenomenal Sexy Killers tentang oligarki yang telah menggerogoti sistem demokrasi di Indonesia. Selain Sexy Killers, film lain bernuansa politik dan sosial yang juga hasil garapan Dandhy antara lain Jakarta Unfair pada tahun 2017 silam. (Frd)