Etiskah Prabowo Kuasai 500 Ribu Hektare Tanah, Petani 0,5 Hektare?
Editorindonesia, Jakarta – Prabowo Subianto diketahui menguasai 500 ribu hekare tanah, sementara petani 0,5 hektare. Lantaran itu etika capres nomor urut 2 tersebut disoal karena disebut-sebut menguasai tanah seluas 500 ribu hektare dengan status hak guna usaha (HGU). Padahal, rata-rata petani di Indonesia hanya memiliki lahan seluas 0,5 hektare.
Pertanyaanya itu dilontarkan Ketua Dewan Pakar Timnas Amin, Hamdan Zoelva dalam acara diskusi bertajukTanah untuk Rakyat: Membongkar Kuasa Elite atas Kepemilikan Lahan, yang diadakan Jumat (12/1/2024) malam.
Sebenarnya, ungkap Hamdan, penguasaan lahan luas oleh pengusaha dengan status HGU adalah hal lumrah. Kendati demikian, ia mengingatkan penguasaan itu tidak boleh mengabaikan hak-hak rakyat yang ada di dalamnya. “Pemberian HGU kepada seorang tidak boleh juga mengabaikan rakyat untuk berpartisipasi. Itu harus mendapatkan hak kesejahteraan, kemakmuran dari HGU yang dikeluarkan,” ujarnya.
Menurut Hamdan, Prabowo dapat merasakan sendiri etis tidaknya kepemilikan lahan seluas 500 ribu hektare. Sebagai seorang pemimpin, Prabowo diajak bertanya kepada diri sendiri soal lahan seluas itu. “Enak enggak rasanya memiliki tanahnya yang sedemikian luas dengan kondisi rakyat atau petani yang memiliki lahan rata-rata 0,5 hektare? Di situ persoalannya,” ujar Hamdan.
Ia berpendapat, refleksi atas kepemilikan lahan yang luas bagi seorang pemimpin akan berkaitan dengan kebijakan yang dibuat. Dalam hal ini, pemimpin akan memikirkan rasa keadilan untuk berbagi dengan masyarakat yang masih membutuhkan.
“Kebiasaan memiliki lahan yang sangat luas, ada enggak komitmen untuk melakukan redistribusi, memberikan hak kepada rakyat yang tanahnya sedang terbatas?” ucapnya.
Hamdan menjelaskan, kebijakan yang diterapkan terkait pengelolaan lahan HGU di era Orde Baru masih terbilang bagus ketimbang saat ini. Sebab, sebagian besar area tanam saat itu, yakni sampai 80%, diperuntukkan untuk plasma. Dalam hal ini, plasma merujuk pada petani sekitar yang bersubordinasi dengan perusahaan sebagai inti. Konsep inti plasma itu terinspirasi dari model sel biologi.
“Sekarang intinya yang besar sekali, plasmanya yang kecil, terjadi ketidakadilan dalam memperoleh kesejahteraan dari tanah itu,” tandasnya. (Frd)
Baca Juga: Prof Din Syamsuddin: Debat Ketiga Pilpres Buka Topeng Capres