aksi Gibran saat debat Cawapres 2024/dok.tangkapan layar metrotv

Fenomena Second-Hand Embarrassment Seusai Debat Cawapres, Ini Penjelasannya!

Editorindonesia, Jakarta – Fenomena second-hand embarassment seusai menonton  debat Cawapres, Ahad (21/1/2024) dicuitkan netizen di media sosial X. Mereka menggunakan istilah itu untuk menggambarkan tingkah Gibran saat debat.

And i do have secondhand embarrassment” (@thealiiysia)

B*s*t cringe abis si Gibran,gua yang nonton aja malu” (@andihiyat)

aku juga malu,kenapa ya padahal bukan kita yang melakukan” (@fillms)

Apa sebenarnya second-hand embarressment itu?

Second-hand embarrassment atau rasa malu tidak langsung adalah emosi kompleks yang dapat muncul tidak hanya dalam pengalaman pribadi, tetapi bisa karena orang lain. Fenomena ini terjadi ketika seseorang merasakan ketidaknyamanan atau malu melihat orang lain melakukan kesalahan atau situasi konyol, baik itu dalam kehidupan sehari-hari atau melalui media seperti film atau televisi.

Dikutip dari detikhealth, menurut psikolog kesehatan klinis, Marielle Collins, PhD, second-hand embarrassment seringkali muncul bersamaan dengan kecemasan dan ketakutan akan penilaian sosial yang negatif. Perasaan ini dapat mengganggu dan bahkan menghambat aktivitas sehari-hari seseorang.

“Kecemasan bisa menyusahkan dan mungkin menghalangi apa pun yang Anda lakukan saat ini,” ujar Dr. Collins.

Marielle Collins mencontohkan second-hand embarrassment ini seperti ketika seseorang main ponsel di jalan sambil memegang kopi di tangan lain. Tahu-tahu dia tersandung, jatuh dan menumpahkan kopinya ke mana-mana.

“Meskipun bukan kamu yang membuat dia tersandung dan bukan kamu yang terjatuh, kamu bisa merasakan emosi dari orang tersebut,” kata Dr Collins.

Lebih lanjut, Dr. Collins menyatakan bahwa menyaksikan orang lain mengalami rasa malu juga dapat meningkatkan pemikiran cemas tentang apakah pengalaman serupa dapat terjadi pada diri sendiri. Hal ini dapat mengaktifkan respons stres tubuh, menunjukkan bahwa second-hand embarrassment tidak hanya terbatas pada dimensi emosional, tetapi juga memengaruhi reaksi fisik seseorang.

Fenomena second-hand embarrassment dipicu oleh otak yang mengaktifkan sensor emosi. Ini menjelaskan mengapa kita sering merespons dengan menangis ketika melihat seseorang berduka atau merasa ngeri saat menyaksikan situasi memalukan yang dialami oleh orang lain. Faktanya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa kita merasa sedih ketika orang lain mengalami rasa sakit karena meningkatnya tingkat kecemasan dan kesusahan yang kita rasakan.

Tidak hanya itu, penelitian juga menunjukkan bahwa tingkat second-hand embarrassment cenderung lebih tinggi ketika situasi memalukan terjadi pada seseorang yang dekat dengan kita. Namun, tidak terkecuali ketika kita menyaksikan kejadian serupa melalui tayangan di televisi.

“Anda mungkin akan lebih mudah merasa malu jika Anda memiliki kapasitas empati yang tinggi. Saat kita memikirkan empati, kita cenderung berpikir untuk memiliki perasaan emosional yang sama dengan seseorang, di mana kita merasakan kepedihan yang sama dengan mereka,” jelas Dr. Collins

Sebagai manusia, fenomena second-hand embarrassment menjadi bagian dari kompleksitas emosional yang mencirikan interaksi sosial dan kepekaan kita terhadap perasaan orang lain.

Meskipun terkadang bisa menjadi pengalaman yang menggelikan, penting bagi kita untuk memahami dan menghargai perasaan ini sebagai bagian dari kehidupan emosional kita. (Frd)

Baca Juga: Gibran jadi Cawapres Tak Perlu Kajian Akademis Fenomena Anak Muda Berpolitk