Ketua Umum Muhammadiyah Prof.Haedar Nashir/dok.Muhammadiyah

Haedar Nashir: Urusan Politik Praktis Tidak Boleh Kerdilkan Muhammadiyah

Editorindonesia, Yogyakarta – Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir mengingatkan, Muhammadiyah harus saksama dalam menghadapi situasi politik pada Pemilu 2024. Muhammadiyah juga harus memandangnya dengan multiperspektif dan aspek.

“Kita organisasi besar Islam yang memiliki signifikansi dan pengaruh dalam kehidupan dan kebangsaan, yang itu tidak bisa dibeli dengan kuantitas,” pesan Haedar saat Rakernas Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jumat malam (29/9/2023).

Haedar mengatakan, kebesaran Muhammadiyah harus dijaga dan tidak boleh tergerus hanya karena urusan politik pragmatis yang memang bertujuan untuk kekuasaan. Sebab, peran politik Muhammadiyah adalah politik kebangsaan atau high politics.

“Politik kebangsaan yang dalam istilah kita itu politik kenegaraan, yang menjadi bidang garap Muhammadiyah. Ini sudah berlangsung lama, yang merupakan pilihan dan ijtihad politik,” ungkap Haedar.

Kepada para kader persyarikatan Muhammadiyah, Haedar berpesan, harus pandai dan bisa meletakkan pandangan politiknya sebagaimana putusan yang telah disepakati oleh organisasi. Pasalnya, politik juga mengandung sisi praktis dan idealis.

Menurut Haedar, dinamika dalam politik tidak selalu linier. Politik selalu memiliki multiaspek yang saling mempengaruhi, atau sering disebut cross cutting of interest. Oleh sebab itu, keliru jika memandang politik hanya dari satu sudut pandangan.

Dalam sudut pandangan teologis, Muhammadiyah melihat politik sebagai urusan muamalah duniawiyah, seperti urusan ekonomi, dan seterusnya. Berangkat dari pandangan tersebut, Muhammadiyah memilih jalur politik kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan.

“Ini (Pandangan Muhammadiyah) berbeda dengan pandangan integralistik atau utopis, bahwa politik itu sama dan sebangun dengan Islam itu sendiri,” ucapnya.

Pandangan Muhammadiyah soal politik, lanjut Haedar, juga berbeda dengan kelompok sekuler bahwa urusan politik sebagaimana urusan dunia, urusan politik harus dipisahkan dari urusan agama.

Titik bedanya, pandangan Muhammadiyah, yang modernis, reformis, dan moderat, adalah tidak melihat adanya ajaran yang detail, tunggal, dan konkrit mengenai politik, termasuk sistem kekuasaan dalam Islam.

Pandangan tersebut memiliki dasar dari dalam Islam. Haedar menjelaskan, setelah melakukan pemeriksaan atau penelitian, juga tidak ada konsep kepemimpinan yang sophisticated dalam Islam. (Her)