HIPPI DKI Jakarta Nilai Wajar PelaranganTiktok Shop, Ini Alasanya
Editor Indonesia, Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan, akhirnya resmi melarang e-commerce TikTok Shop dijadikan sarana transaksi jual beli (berdagang) di Indonesia.
Keputusan pemerintah ini, tertuang dalam Permendag Nomor 31 Tahun 2023 yang diperoleh dari revisi Permendag 50 Tahun 2020 Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Mendag Zulhas) mengatakan, dalam beleid social e commerce seperti TikTok Shop, dilarang menjadi sarana berdagang, kecuali promosi.
“Jadi artinya ini diatur kan, ada media sosial, kalau mau social commerce silahkan, tapi social commerce itu dia hanya untuk promosi dan iklan, kalau berjualan e-commerce atau online ya. Jadi tinggal milih aja, pelaku usaha atau yang belanja,” ujar Mendag Zulhas dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (27/9).
Mendag Zulhas mengatakan, pemerintah akan menyurati TikTok untuk meminta platform TikTok Shop ditutup, dan memberikan tenggat waktu seminggu agar e commerce tersebut segera menutup platformnya.
Menanggapi hal ini, Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) menilai kebijakan tersebut sudah tepat untuk melindungi pengusaha khususnya pelaku UMKM dan pedagang pasar, di era digital saat ini.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) HIPPI DKI Jakarta, Uchy Hardiman mengatakan pihaknya sangat memahami langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sejatinya menyelamatkan pengusaha khususnya pelaku UMKM dan pedagang, dari gempuran produk luar negeri yang masuk ke Indonesia.
“Betul kata Bapak Jokowi, perdagangan berbasis online di mana seller atau penjual bisa bertransaksi secara langsung di medsos, berdampak pada anjloknya penjualan UMKM dan pedagang pasar,” kata Uchy Hardiman kepada wartawan, Kamis, (28/9/2023).
Larangan transaksi langsung di medsos, lanjut Uchy Hardiman, bertujuan untuk memayungi UMKM dari terjangan dunia digital, meskipun aturan tersebut terlambat dikeluarkan sehingga berdampak ke banyak hal, salah satunya merugikan pelaku usaha dalam negeri khususnya UMKM karena banjirnya produk luar.
Tokoh perempuan nasional ini mengaku cukup lama mengamati skema berdagang melalui TikTok Shop, dimana barang produksi dalam negeri sering kali kalah saing dengan produk impor.
Bahkan, tidak sedikit pelaku UMKM mengalami shadow banned atau shadow ban oleh TikTok, sehingga platform asal China ini dapat membatasi atau menyembunyikan visibilitas konten pengguna secara tidak langsung, tanpa memberikan pemberitahuan atau pemberitahuan yang jelas kepada pengguna.
Parahnya lagi, pihak TikTok tidak akan memberitahukan untuk berapa lama pengguna platform terkena shadow ban ini, karena tindakan shadow bank adalah proses yang otomatis dilakukan oleh algoritma TikTok.
“Dulu tahun 2021 hingga 2022, rame ada shadow banned, tahu-tahu akun terblokir. Ketika terblokir, tiba-tiba ada produk dari China dengan spek yang sama masuk dan lebih murah lalu ludes diborong pembeli,” tutur Uchy Hardiman.
“Itu salah satu alasan pemerintah kenapa media sosial dan e-commerce harus terpisah, biar fair dan yang pasti melindungi pelaku usaha pribumi Indonesia”, jelas Uchy Hardiman.
DPD HIPPI DKI Jakarta mengingatkan semua pihak akan pentingnya regulasi terkait transformasi digital, yang menurut Presiden Joko Widodo harus dibuat dengan lebih holistis agar perkembangan teknologi dapat menciptakan potensi ekonomi baru dan tidak menghambat perekonomian yang sudah ada, apalagi menggerus dan atau membunuh ekonomi sebelumnya.
“Seingat saya, Presiden Jokowi saat menyampaikan Pidato Kenegaraan di Ruang Sidang Paripurna MPR/DPR, Jakarta, dan pada acara penutupan B20 Summit Tahun 2022 di Nusa Dua, Bali, sudah mengingatkan segenap UMKM untuk naik kelas dengan masuk kedalam ekosistem digitalisasi,” ungkap Uchy Hardiman.
“Perlu dicatat, nilai barang yang terjual atau transaksi di e-commerce bisa mencapai triliunan rupiah. Di Shopee, nilai barang yang terjual mencapai Rp 277,6 triliun, sementara nilai barang terjual di TikTok sebesar Rp 38,5 triliun. Coba kalo masuk ekosistem digital Indonesia, dasyat kan,” tutup Uchy. (Her)