Israel Tahan 10 Ribu Warga Palestina Tanpa Kemanusiaan di Penjara Konvensional
Editorindonesia, Gaza – Israel menambah jumlah tahanan Palestina menjadi 10 ribu orang di penjara konvensional dalam dua pekan terakhir. Sejak 7 Oktober, Israel telah menangkap 4.000 orang dari Gaza dan lebih dari 10.000 orang di Tepi Barat yang didudukinya.
Penangkapan terbanyak di Ramallah, Tepi Barat yang diduduki Israel. Pemerintah Israel tidak puas dengan pemenjaraan di ruang terbuka terhadap 2,2 juta warga Palestina di Gaza. Di sana, negeri zionis ini menambah koleksi tahanan di penjara konvensional dari 5.200 menjadi lebih 10 ribu orang Palestina.
“Jumlah tahanan kini meningkat menjadi lebih dari 10 ribu orang, kata pejabat Palestina seperti dikutip dari Aljazeera, Selasa (24/10/2023)
Selama dua pekan terakhir, menurut para pejabat dan kelompok hak asasi manusia, Israel telah menangkap sekitar empat ribu pekerja dari Gaza yang bekerja di Israel dan menahan mereka di pangkalan militer. Selain itu, Israel juga menangkap 1.070 warga Palestina lainnya dalam serangan tentara semalaman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki.
“Penangkapan terjadi dalam 24 jam,” kata ketua kelompok Hak Asasi Tahanan Addameer yang berbasis di Ramallah Sahar Francis.
Sebagian besar warga Gaza ditahan di pangkalan militer bernama Sde Teyman, dekat Beer al-Sabe (Be’er Sheva) di gurun Naqab selatan.
Ratusan lainnya ditahan di penjara Ofer dekat Ramallah, dan di kamp militer Anatot dekat desa Anata di Yerusalem Timur yang diduduki. Pengacara dan pejabat Palestina telah menprotes penganiayaan parah dan kondisi mengerikan yang dialami para tahanan yang ditangkap dan ditahan.
Kebiadaban di Penjara
Kepala Komisi Urusan Tahanan Otoritas Palestina Qadura Fares mengatakan kondisi warga Palestina yang ditahan Israel sangat menyedihkan. Dimana kondisinya belum pernah terjadi sebelumnya dan tidak terbayangkan kekejaman yang dialami para tahanan.
“Kami sangat ragu-ragu untuk mengadakan konferensi pers yang membahas satu lagi kejahatan Israel, tentang apa yang dialami oleh tahanan pria dan wanita di penjara-penjara pendudukan, karena takut menciptakan ketegangan dan kecemasan di antara keluarga tahanan, dan orang-orang Palestina serta masyarakat pada umumnya,” ungkap Fares.
Para tahanan mengalami kelaparan dan kehausan, katanya, dilarang mengakses obat-obatan, khususnya bagi mereka yang menderita penyakit kronis yang memerlukan pengobatan rutin. Ia menambahkan bahwa keadaan menjadi lebih buruk ketika penjaga penjara memutus aliran air dan listrik.
“Mereka juga menutup klinik penjara, dan juga mencegah para tahanan pergi ke rumah sakit dan klinik eksternal, meskipun terdapat beberapa pasien kanker di antara para tahanan yang memerlukan perawatan berkelanjutan,” katanya.
Hal yang paling mengerikan selama beberapa hari terakhir, ungkap Fares, adalah serangan fisik dan perlakuan yang merendahkan martabat terhadap setiap orang yang ditangkap Israel.
“Banyak dari narapidana yang anggota badan, tangan dan kakinya patah, ekspresi yang merendahkan dan menghina, mengumpat, mengikat mereka dengan borgol ke belakang dan mengencangkannya di ujung hingga menimbulkan rasa sakit yang tak terbayangkan, penelanjangan dan penggeledahan para tahanan,” bebernya.
Selama masa pendudukan Israel selama 56 tahun, tercatat 15-20 orang Palestina ditangkap setiap hari. Namun sejak 7 Oktober, setiap hari tingkat penangkapan warga Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki meningkat menjadi 120 orang per hari.
Penangkapan tersebut terjadi melalui serangan militer mendadak terhadap rumah-rumah warga Palestina saat fajar, penggeledahan yang memalukan terhadap anggota keluarga dan rumah mereka, perusakan properti dan harta benda, serta pelecehan verbal dan fisik, ungkap pejabat Palestina.
Palang Merah Internasional Bungkam
Kondisi penjara di Israel dikeluhkan Paus Fransiskus. Otirtas tertinggi Vatikan itu mengatakan, warga Palestina yang ditahan di penjara dan pusat penahanan Israel terputus dari dunia. “Tidak ada waktu di halaman, tidak ada kontak dengan keluarga mereka, tidak ada kunjungan keluarga, dan tidak ada kunjungan rutin ke pengacara,” ujarnya.
Pihak berwenang Israel juga telah menutup akses ke kantin, yang diperlukan untuk membeli kebutuhan pokok seperti pasta gigi, dan membatasi makanan menjadi dua kali sehari.
Parlemen Israel, yang dikenal sebagai Knesset, menyetujui rencana selama tiga bulan yang memungkinkan pengurangan ruang hidup minimum yang diberikan kepada setiap tahanan, yang sebelumnya ditetapkan sebesar 3,5 meter persegi untuk mengakomodasi meningkatnya jumlah tahanan.
Dalam konferensi pers kelompok hak-hak sipil Palestina pada hari Selasa di Ramallah, Addameer meminta Komite Palang Merah Internasional (ICRC) untuk mematuhi tanggung jawabnya sebagai satu-satunya organisasi internasional yang berwenang memantau situasi tahanan Palestina, dan menyerukan kelompok tersebut untuk mengunjungi mereka, khususnya mereka yang berasal dari Gaza di kamp-kamp militer.
“Kami tidak melihat adanya tekanan nyata dari ICRC. Mereka bilang mereka mencoba tapi Israel mencegahnya, tapi itu bukan alasan. Terlalu banyak waktu telah berlalu,” kata Paus Fransiskus. (Her)
Baca Juga: Pemerintah Israel Pidanakan Warganya yang Pro-Palestina