Staff UNRWA memberikan pendampingan bagi pengungsi Palestina di Gaza/dok.IG@Unrwa

Israel Tutup UNRWA Pasca Serangan Bom di Sekolah Gaza: 18 Tewas, Termasuk Staf PBB

Editor Indonesia, Gaza – Pasukan Israel membombardir sebuah sekolah yang menjadi tempat penampungan di Jalur Gaza, menyebabkan sedikitnya 18 orang tewas, termasuk enam staf Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).

Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, menuduh Israel berupaya menutup lembaga tersebut setelah gagal meyakinkan negara donor Barat untuk menghentikan pendanaannya. Tuduhan Israel tutup UNRWA ini terkait dugaan hubungan antara staf UNRWA dan Hamas.

“Upaya untuk menghilangkan UNRWA akan berdampak besar terhadap sistem multilateral, PBB, serta masa depan Palestina dalam perjuangan mereka untuk penentuan nasib sendiri,” ujar Lazzarini dalam wawancara yang dikutip oleh The Guardian, Sabtu (14/9/2024).

Kemarin, UNRWA melaporkan bahwa enam stafnya tewas dalam dua serangan udara yang menghantam sekolah al-Jaouni di Nuseirat, Gaza tengah. Ini menjadi jumlah korban tertinggi di antara staf UNRWA dalam satu serangan.

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengklaim serangan tersebut menewaskan sembilan anggota Hamas, tiga di antaranya juga bekerja untuk UNRWA. Namun, Lazzarini menyatakan bahwa IDF tidak pernah memberikan informasi sebelumnya mengenai dugaan keterlibatan mereka dengan Hamas.

“Nama-nama ini tidak pernah ada dalam daftar IDF yang diberitahukan kepada kami, jadi kami tidak memiliki cara untuk memastikan atau menyangkal tuduhan tersebut,” tegas Lazzarini.

Sebagai salah satu lembaga kemanusiaan terbesar PBB, UNRWA memiliki 13.000 staf di Gaza dan lebih dari 30.000 staf di wilayah lainnya yang memberikan layanan kesehatan dan pendidikan bagi pengungsi Palestina.

Lazzarini menyerukan adanya penyelidikan independen terkait insiden tersebut dan mencatat bahwa sejak 7 Oktober tahun lalu, sebanyak 220 staf UNRWA telah tewas dalam konflik.

“Ini adalah upaya untuk membongkar UNRWA dengan alasan yang tidak terkait netralitas, tetapi lebih kepada motif politik,” tambah Lazzarini. Ia menekankan bahwa tujuan akhirnya adalah untuk mencabut status pengungsi Palestina, yang akan berdampak pada melemahnya aspirasi mereka untuk menentukan nasib sendiri. Upaya Israel tutup UNRWA berbahaya bagi kemanusian.

Lazzarini juga mengecam tiga rancangan undang-undang yang akan disahkan oleh Parlemen Israel. Pertama, mencap UNRWA sebagai organisasi teroris; kedua, mencabut kekebalan staf UNRWA; dan ketiga, menolak akses UNRWA ke gedung-gedung yang berada di bawah kendali Israel. Rancangan undang-undang tersebut mendapatkan dukungan besar di Israel.

Lazzarini memperingatkan bahwa jika lembaga seperti UNRWA dihapuskan, akan muncul generasi anak-anak Palestina yang putus sekolah dan terancam beralih ke ekstremisme. “Pendidikan adalah aset terakhir yang dimiliki anak-anak ini, tetapi trauma dan kondisi hidup mereka membuat mereka rentan terhadap kebencian dan ekstremisme,” katanya.

Lembaga UNRWA telah merespons serius tuduhan keterlibatan stafnya dalam serangan Hamas pada 7 Oktober lalu dengan memecat 10 staf dan melakukan penyelidikan independen.

Sebagaimana diketahui, UNRWA adalah Badan PBB yang memainkan peranan penting dalam memberikan bantuan kemanusiaan bagi 5.9 juta Pengungsi Palestina di 5 area, yakni Yordania, Lebanon, Suriah, Jalur Gaza, dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur. (Har)