Editorindonesia, Jakarta – Sejumlah langkah politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikritik aktivis 98. Kekecewaan Aktivis 98 ini diawali ketika Presiden menjalankan pemerintahan di periode kedua. Keputusan Presiden Joko Widodo yang menunjuk Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan dianggap mengkhianati perjuangan Aktivis 98.
“Padahal Jokowi telah berjanji akan menuntaskan masalah pelanggaran HAM yang diketahui melibatkan Prabowo Subianto,” kata aktivis 98 Prijo Wasono dalam diskusi daring bertajuk ‘Seruan Moral Bergema: Dejavu 98 Apakah Terulang?’ yang dikutip Selasa, 6 Februari 2024.
Menurut Prijo, aktivis 98 yang masih memegang idealisme gerakan tak mungkin bisa melihat Prabowo sebagai sosok bersih. Sebab, Prabowo jelas terlibat dalam kasus penculikan aktivis 98, seperti Wiji Thukul yang tidak diketahui keberadaannya hingga hari ini.
“Wiji Thukul sampai sekarang tidak diketahui dimana, Suyat juga tidak diketahui ada dimana, ada satu lagi ditemukan meninggal di Magetan itu hilang,” tutur Prijo.
Jokowi, lanjut Prijo, sempat berjanji akan menuntaskan persoalan HAM dan mencari tahu keberadaan Wiji Thukul. Namun, di akhir periode kedua Jokowi bersikap sebaliknya dan malah berkoalisi dengan pelaku penculikan.
Wiji Thukul atau Widji Widodo adalah seorang seniman penyair dan buruh. Terakhir kali ia aktif di Jaringan Kerja Kesenian Rakyat (JAKKER). Ia dituduh terlibat pada kerusuhan 27 Juli 1996.
Sekitar Agustus 1996, malam hari, Wiji Thukul pamit kepada Sipon karena harus menyelamatkan diri dari pengejaran aparat keamanan. Wiji terakhir kali terlihat oleh kawannya, Sipon, pada akhir Desember 1997 di Malioboro, Yogyakarta.
Adapun kali terakhir Wiji Thukul menelpon ke rumah yakni pada bulan Februari 1998. Tak ada saksi, jejak atau petunjuk mengenai keberadaan Thukul selanjutnya. Sejak saat itu tidak ada kabar lagi mengenai keberadaan Tukul.
Co-Founder Forum Intelektual Muda Muhammad Sutisna menilai demokrasi Indonesia di ambang kehancuran. Ada sekelompok orang yang berupaya menekan kekuatan rakyat agar tidak mengambil peranan di Pemilu 2024.
“Padahal kita tahu bahwa demokrasi itu ya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Rasanya itu jauh dari semangat penguasa saat ini,” ujarnya.
Melalui diskusi bersama kelompok pemuda dan mahasiswa, Sutisna ingin mendorong agar ikhtiar menjaga demokrasi terus dilakukan. Baginya, akal sehat dan idealisme harus terus dipertahankan agar kemajuan Indonesia tidak terhambat oleh praktik KKN, yang mulai terlihat di negeri ini.
“Kita akan terus berdiskusi mengkritisi yang salah dari perjalanan demokrasi kita,” pungkasnya. (Didi)