Reza Indragiri Amriel/dok.asaindonesia

Kasus Eky dan Vina Tak Kunjung Tuntas Padahal Argo Dosa Terus Berjalan

Oleh: Reza Indragiri Amriel

Kasus pembunuhan remaja, Vina Dewi (16) dan Muhammad Rizky (16) atau Eky di Cirebon, Jawa Barat, pada 27 Agustus 2016 masih belum menemui titik terang. Banyak masyarakat yang bertany-tanya, Bagaimana hasil kerja Timsus bentukan Mabes Polri untuk mengeksaminasi peristiwa tewasnya Eky dan Vina? Kapan hasilnya akan diumumkan ke publik?

Bandingkan dengan tim serupa yang ditugasi menginvestigasi kasus Ferdy Sambo. Brigadir Josua tewas ditembak pada 8-7-2022. Kapolri mengumumkan pembentukan tim investigasi pada 12-7-2022. Lalu, berkas perkara diterima Kejagung pada 19-8-2022. Dan disampaikan pada rapat DPR pada 24-8-2022.

Jadi, seandainya Timsus untuk menginvestigasi peristiwa Cirebon resmi dibentuk pada awal Juli 2024, maka–mengacu lini masa Ferdy Sambo–pada pekan kedua Agustus ini semestinya setidaknya sudah ada pengumuman resmi tentang ada tidaknya pembunuhan dan ada tidaknya pemerkosaan terkait kematian Eky dan Vina.

Sekali lagi, kasus Ferdy Sambo meletup pada 8 Juli 2022. Ferdy Sambo di-PTDH dalam sidang Komisi Kode Etik Polri pada 26 Agustus 2022. Sebelumnya, Ferdy Sambo dinonaktifkan pada 18-7-2022. Penonaktifan dilakukan guna menjaga transparansi pengungkapan kasus.

Sementara terhadap Iptu Rudiana, Mabes Polri tak kunjung menonaktifkan yang bersangkutan. Bahkan tampaknya ia tetap menjabat sebagai Kapolsek. Semakin parah, tanggal 19-6-2024 lalu Mabes Polri mengumumkan Iptu Rudiana tidak melanggar etik.

Setelah berpekan-pekan saya utarakan betapa pentingnya dibuka bukti komunikasi elektronik atau ekstraksi data gawai Vina, Eky, dan delapan tersangka (sekarang berstatus terpidana), kini tersebar dokumen yang disebut berisi ekstraksi data dimaksud. Isinya, terutama adalah pada jam 22:14:10 ada komunikasi antara Vina dengan kedua temannya. Bukti itu, sekiranya otentik, nyata-nyata mematahkan narasi bahwa Eky dan Vina dianiaya, diperkosa massal, dibunuh secara terencana, dan jasad mereka dipindah-pindah ke sejumlah lokasi, yang semua itu dilakukan oleh delapan terpidana plus tiga DPO.

Mabes Polri perlu menjawab dua hal. Pertama, apakah bukti ekstraksi data itu adalah benar? Jika ya, kedua, mengapa Polda Jabar tidak membawa bukti penting itu ke dalam berkas bukti di persidangan 2016?

Sikap Polda Jabar itu terindikasi sama dengan temuan bahwa, dalam banyak kasus salah pemidanaan, penyidik secara sengaja menutup-nutupi bukti yang dapat meringankan bahkan membebaskan terdakwa.

Sayangnya, para terpidana tidak mempunya akses untuk memperoleh bukti ekstraksi data gawai tersebut.

Merespon itu, terketukkah hati Kapolri untuk mengeluarkan perintah khusus kepada Propam, Itwasum, Bareskrim, Puslabfor, dan Divisi Hukum Mabes Polri?

Isinya, segera pastikan validitas bukti komunikasi elektronik dimaksud lalu jadikan sebagai novum guna menggerakkan mekanisme peninjauan kembali.

Delapan tahun hidup para terpidana tersia-siakan. Delapan tahun argo dosa bergerak kencang.

Sekaranglah waktunya, selekasnya, Polri melakukan langkah koreksi dengan melayani, melindungi, dan mengayomi kedelapan WNI tersebut. Plus, tegakkan hukum dengan dengan target membebas-murnikan delapan orang yang tak bersalah itu.

*Psikolog forensik, konsultan sumber daya manusia dan dosen