Penulis Reza Indragiri Amriel, S.Psi., M.Crim. adalah ahli psikologi forensik
MEMAKSA demonstran melepas pakaian mereka seolah sudah menjadi kelaziman yang sah-sah saja dilakukan oleh Polisi Republik Indonesia.
Sejumlah video memperlihatkan para peserta unjuk rasa di Rempang tak mengenakan baju. Hanya Bang Long yang bersikukuh melawan, tak membiarkan aparat melucuti bajunya.
Apa sesungguhnya yang polisi tuju ketika memaksa warga pemrotes itu tak berbaju?
Sebagaimana alasan umumnya, mungkin karena warga diduga menyembunyikan barang berbahaya, membawa senjata, atau menyimpan barang bukti kejahatan di balik baju mereka.
Andai pun itu alasannya, polisi tetap sepatutnya paham bahwa, sebagaimana praktik di sekian banyak negara, begitu pemeriksaan (strip search) selesai dilakukan, selekas mungkin warga disilakan kembali mengenakan baju mereka.
Sengaja berlama-lama membiarkan warga tanpa baju, apalagi dilakukan di ruang terbuka dan disaksikan lawan jenis pula, dapat dipandang sebagai perlakuan yang mempermalukan dan menjatuhkan kehormatan warga. Itu terkategori sebagai bentuk intimidasi atau pun pelecehan terhadap warga.
Prosedur seperti di Australia sudah semestinya diterapkan di Rempang. Yakni, sebelum polisi melakukan strip search, tanyalah nama personel polisi dimaksud serta satuan wilayah dan satuan kerjanya. Polisi harus memberikan jawaban. Kalau polisi menolak, warga pun wajar menolak karena strip search menjadi tidak jelas alasan dan tujuannya.
Melucuti baju warga dapat berefek traumatis. Perlakuan semacam itu bersifat invasif, mempermalukan, dan menyakitkan. Itu saya sikapi sebagai police misconduct. Bahkan abuse of power. Polisi yang melakukannya harus dimintai pertanggungjawaban
Polri semestinya memiliki transparansi dan akuntabilitas lebih guna memastikan strip search dilakukan benar-benar dilakukan secara terukur dan tidak menjadi perlakuan tak manusiawi terhadap masyarakat. (*)