Editorindonesia, Jakarta – Penggunaan klakson telolet (basuri) di bus dan truk akhirnya resmi dilarang. Larangan tersebut menyusul terlindasnya hingga tewas seorang bocah oleh bus yang dia kejar untuk membunyikan klakson telotet di Pelabuhan Merak, Banten, pada 17 Maret 2024.
Sebenarnya Larangan penggunanaan klakson sudah direkomendasikan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sejak 2022, berdasarkan kesimpulan hasil penyelidikan tabrakan maut truk di Balikpapan (21 Januari 2022) dan Cibubur, Bekasi (17 Juli 2022), bahwa pemicu gagalnya fungsi rem adalah penggunaan klakson telolet.
Hubungan rem dengan klakson
Pada dasarnya klakson telotet bukanlah perangkat standar bawaan kendaraan. Melainkan sistem klakson asesoris yang ditambahkan perusahaan karoseri atau pengemudi bus/truk agar suara klakson lebih lantang dan sebagai hiburan.
Sumber daya klakson telolet mengambil tenaga pneumatic dari sistem pengereman bus atau truk penggunanya. Tekanan tinggi dari tangki udara rem itulah yang membuat suara klakson telolet sangat lantang.
Konsekwensinya tekanan dalam tangki rem angin seketika berkurang setelah klakson telolet dibunyikan. Bila klakson telolet dibunyikan berulang-ulang dalam waktu lama, sudah pasti semakin banyak udara dari rem yang dipakai.
Masalahnya pengisian ulang udara dan mengembalikan tekanannya ke tingkat normal, membutuhkan waktu. Selama proses pengisian ulang berlangsung, rem tidak dapat berfungsi optimal sebab kekurangan daya untuk dapat menghentikan daya laju truk/bus yang sangat besar.
Peluang gagal fungsi rem semakin besar bila sistem klakson telolet tidaklah menggunakan material berkualitas baik. Pengerjaan modifikasi yang asal-asalan juga berpotensi menyebabkan kebocoran udara dalam rangkaian penghubung sistem klakson telotet dan tangki udara rem.
Begitulah temuan KNKT dalam tabrakan maut truk di Balikpapan dan Cibubur yang memakan banyak korban jiwa. Gagalnya fungsi sistem rem truk tronton dan tangki Pertamina tersebut berkaitan dengan buruknya pengerjaan modifikasi dan material sistem klakson telolet yang tidak sesuai peruntukan.
Razia klakson telolet
Landasan pelarangan klakson telolet sama dengan larangan penggunaan knalpot brong, yaitu faktor kebisingan. Pasal 69 UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) menyebutkan bahwa suara klakson paling rendah 83 desibel atau paling tinggi 118 desibel
Untuk menegakkan aturan tersebut Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri berencana menggelar razia di seluruh wilayah hukum NKRI. Sanksinya berupa denda sebesar Rp 500 ribu.
Dirgakkum Korlantas Polri, Brigjen Raden Slamet Santoso, Jumat (22/3/2024) mengatakan bahwa akan melakukan sosialisasi dahulu dan teguran untuk tidak menggunakan klakson telolet.
Sebelumnya dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) meminta operator dan karoseri bus menghentikan penggunakan klakson telolet. Alasan yang disampaikan adalah potensi menimbulkan kecelakaan dan karenanya harus dilarang sebagaimana KNKT rekomendasikan.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub meminta kepada seluruh Dinas Perhubungan se-Indonesia agar lebih memperhatikan dan memeriksa penggunaan komponen tambahan seperti klakson telolet pada setiap angkutan umum saat melakukan pengujian berkala.
Hal ini sesuai dengan PP 55/2012 tentang Kendaraan. Dalam keterangan tertulisnyai Drektur Sarana Transportasi Jalan Dijen Hubdar Kemenhub, Danto Restyawan memerin tahkan agar setiap penguji tidak meluluskan kendaraan angkutan umum yang menggunakan klakson telolet. (Luhur Hertanto/EI-2)