Alexander marwata/dok.kompas

KPK : Kasus SYL Indikasikan Bawahan Takut Dicopot dari Jabatannya

Editor Indonesia, Jakarta – Kasus SYL indikasikan bawahan takut dicopot dari jabatannya. Hal ini dilontarkan Alexander Marwata, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia mengungkapkan bawahan cenderung melayani apapun keinginan atasan karena perasaan takut kehilangan jabatan .

Hal ini disampaikan Alex menanggapi fakta kasus korupsi Kementan dimana  banyak pejabat di Kementerian Pertanian (Kementan) yang menurut saja saat diminta menyetorkan uang atau membelikan barang untuk memenuhi permintaan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

“Selama kita ketakutan kehilangan jabatan maka apapun permintaan dari atasan kita, ada kecenderungan kita akan melayani,” kata Alex kepada wartawan, Jumat (24/5/2024).

Menurut Alex, jika penyelenggara negara mengetahui permintaan atasannya tidak benar dan tidak takut kehilangan jabatan, seharusnya dia berani mengingatkan tindakan yang tidak benar.

Alex memahami apabila ada penyelenggara negara yang khawatir dicopot bila tidak menuruti permintaan atasannya, tapi ia mengingatkan atasan tidak bisa langsung mencopotnya. Sebab ada mekanisme kepegawaian yang bisa mencegah atasan mencopot dengan semena-mena. Selain itu, penyelenggara negara juga bisa melapor ke aparat penegak hukum jika ada perintah yang berbentuk pemerasan atau korupsi di lingkungan pemerintah.

“Saya pikir enggak akan lah seseorang yang bertindak benar kemudian akan dihukum,” ujar Alex.

Mantan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu mengatakan, staf, pegawai, dan pejabat di lembaga pemerintah semestinya memiliki sikap tidak takut dengan atasan yang keliru. Mereka juga mesti berani mengoreksi pimpinan yang bertindak keliru atau melawan hukum.

“Dia tidak terancam kedudukan atau jabatannya. Kan itu yang terjadi di Kementan. Itu harus dibangun lagi institusi itu di lembaga itu,” kata Alex.

Dalam pemberitaan sebelumnya, sidang kasus dugaan korupsi SYL mengungkap sejumlah pegawai dan pejabat Kementerian Pertanian terpaksa melakukan tindakan yang dilarang hukum. Perbuatan tersebut, antara lain, menggunakan anggaran negara untuk kepentingan pribadi SYL, menggelembungkan pajak kegiatan, hingga membuat perjalanan dinas fiktif.

Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa SYL menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar hasil memeras anak buah dan sejumlah direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarga dalam rentang waktu 2020 hingga 2023. Dia didakwa bersama dua bekkas anak buahnya, yakni Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan Direktur Kementan nonaktif M Hatta. Kasdi dan Hatta diadili dalam berkas perkara terpisah. (Her)