Opini

Mental Korupsi Jadi Keseharian, Bagaimana Mengubahnya?

×

Mental Korupsi Jadi Keseharian, Bagaimana Mengubahnya?

Sebarkan artikel ini
Mental Korupsi Jadi Keseharian Bagaimana Mengubahnya?
Dessy-EP, M.I.Kom/dok.pri

Korupsi merupakan tantangan yang kronis dalam era modern saat ini, mengancam integritas sosial, ekonomi, dan politik di negara Indonesia saat ini dan bahkan diberbagai negara lainnya.

Korupsi ini menjadi tren global yang mengakibatkan lemahnya dari sistem peradilan yang akan mengurangi akuntabilitas pejabat publik , sehingga memungkinkan korupsi tumbuh subur.

Meskipun berbagai langkah telah diambil untuk mengatasi korupsi secara langsung, seringkali upaya tersebut hanya berfokus pada penanganan gejala yang tampak, tanpa menyentuh akar permasalahannya. Maka dari itu penting untuk memahami faktor-faktor yang menjadi pemicu mentalitas korupsi, konsekuensi yang timbul, dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi masalah ini secara komprehensif.

Di tinjau dari perspektif sosial dan psikologis, mentalitas korupsi mencakup sikap, keyakinan, dan perilaku yang mendukung atau bahkan mempromosikan praktek korupsi. Masalah ini tidak hanya terbatas pada struktur sosial saja, tetapi juga terkait erat dengan pola pikir individu maupun secara keseluruhan dalam suatu kelompok.

Dengan menggali akar mental korupsi beserta penyebabnya, dampak dan cara menanggulangi bagaimana mengeksplorasi beberapa faktor yang mendorong tumbuhnya mentalitas korupsi, memperjelas konsekuensi yang terkait, dan menyoroti upaya-upaya yang dapat diambil untuk memerangi masalah ini secara holistik.

Penyebab Mental Korupsi
• Kesenjangan sosial ekonomi :Ekonomi minus / tidak adil menjadi katalisator bagi mental korupsi. Ketika seseorang tidak percaya diri atau tidak memiliki akses yang sama terhadap kesempatan dan sumber daya, mengakibatkan seseorang mengadopsi sikap/ mental korupsi.

• Minus nilai Ethical: Ketika nilai-nilai ethical seperti integritas, kejujuran, rusaknya nilai-nilai etika dan moral dalam masyarakat, rasa keadilan diabaikan serta dilemahkan dalam suatu masyarakat, dan menyebabkan mental korupsi dapat berkembang. Individu/seseorang mungkin merasa bahwa tindakan korupsi adalah hal yang wajar atau bahkan diperlukan untuk mencapai tujuan individu.

• Gagalnya Sistem Hukum dan Penegakan Hukum: Kurangnya kemampuan sistem hukum untuk menegakkan peraturan dan menghukum individu yang terlibat dalam korupsi menciptakan situasi di mana tindakan korupsi menjadi kurang terkutuk. Hal ini menimbulkan kesan bahwa risiko terlibat dalam praktek koruptif sangat rendah, sehingga mendorong orang untuk melakukan perilaku semacam itu.Dampak Mental Korupsi.

• Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan: Korupsi menciptakan ketidaksetaraan dalam distribusi sumber daya, memperkuat kesenjangan ekonomi dan sosial antara yang kaya dan yang miskin, yang mampu meningkatkan tingkat kriminalitas tinggi seperti pencucian uang, perdagangan manusia dan narkoba.

• Menghambat Pertumbuhan Ekonomi: Kehadiran korupsi dapat membuat lingkungan bisnis tidak stabil dan tidak dapat diprediksi, menghalangi investasi dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang mengakibatkan banyaknya kerugian.

• Ketidakstabilan Politik: Praktik-praktek korupsi menimbukan ketidakstabilan politik, memicu ketegangan sosial serta konflik antar kelompok, dan dapat mengancam keamanan nasional.

• Hilangnya Kepercayaan Publik: Korupsi berakibat merusak kepercayaan terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga terkait,yang berakibat mengganggu legitimasi pemerintah dan stabilitas politik.

Penanggulangan Mental Korupsi
• Pendidikan dan Kesadaran: Kampanye pendidikan publik yang kuat,denga program- program yang dapat di implementasikan dalam dunia pendidikan bagaimana pentingnya tentang nilai-nilai moral etika,dan paparan tentang konsekuensi negatif korupsi bagi masyarakat dan negara.

• Penguatan Institusi Hukum dan penegakan hukum: Menguatkan lembaga-lembaga penegakan hukum, seperti polisi, kejaksaan, dan pengadilan, serta memperkuat hukum yang mengatur korupsi, hukum yang adil dan tegas terhadap pelaku korupsi, tanpa pandang bulu terhadap status sosial atau politik mereka.

• Membentuk Budaya Integritas: Proses untuk mengembangkan lingkungan organisasi dan sosial yang mengedepankan nilai-nilai seperti integritas, kejujuran, dan pertanggungjawaban dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil.

• Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas: Upaya untuk meningkatkan keterbukaan dalam mengelola keuangan publik dan urusan bisnis pemerintah, sambil menegaskan tanggung jawab dan kewajiban pemimpin serta pejabat publik.

• Diperlukan pendekatan holistik serta melibatkan kerjasama antara pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, dan lembaga internasional dalam menanggulangi masalah mental korupsi ini.

Kesimpulan:
Mental korupsi, sebagai sumber dari perilaku koruptif, menjadi akar dari korupsi yang merusak di masyarakat. Untuk melawan korupsi dengan efektif, penting untuk memahami faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi perilaku koruptif dan mengambil langkah-langkah untuk menanggulanginya.

Hanya dengan kerjasama dari semua pihak, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih integritas, transparan, dan bertanggung jawab, di mana praktik korupsi tidak lagi dianggap lumrah.

Penulis: Dessy-EP, M.I.Kom, Pengamat Sosial, Alumni Universitas Mercu Buana