Editor Indonesia, Jakarta – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid meminta maaf atas polemik dan kegaduhan di tengah masyarakat terkait pagar laut di perairan Tangerang, Banten.
Permohonan maaf tersebut disampaikan Nusron dalam jumpa pers yang digelar di Jakarta pada Senin (20/1/2025) sebagai respons terhadap kebingungan publik mengenai keberadaan pagar laut tersebut.
“Kami atas nama Menteri ATR/Kepala BPN mohon maaf atas kegaduhan yang terjadi kepada publik,” ucap Nusron.
Nusron menegaskan bahwa, kementeriannya berkomitmen untuk menyelesaikan masalah ini secara transparan demi menghindari potensi kesalahan lebih lanjut. Ia juga menyebutkan bahwa aplikasi BHUMI ATR/BPN yang dikembangkan kementeriannya dirancang untuk memberikan akses transparansi bagi publik terkait perkembangan pertanahan.
“Kami akan tuntaskan masalah ini seterang-terangnya, setransparan-transparannya. Tidak ada yang kami tutupi, karena fungsi aplikasi BHUMI adalah untuk transparansi. Siapapun bisa mengakses,” ungkapnya.
Menurut Nusron, dengan adanya aplikasi BHUMI, tindakan semena-mena oleh pihak-pihak terkait, termasuk pejabat dan petugas di lapangan, dapat dicegah karena publik memiliki akses penuh terhadap informasi.
“Ini menunjukkan bahwa dengan aplikasi BHUMI, pejabat maupun petugas kami di lapangan tidak bisa bertindak semena-mena. Jika mereka melakukannya, publik pasti akan tahu,” jelas Nusron.
Terbuka terhadap Kritik Publik
Nusron juga menegaskan bahwa kementeriannya menerima kritik dan koreksi dari publik. Jika terdapat kesalahan, pihaknya berjanji akan segera melakukan perbaikan sesuai prosedur yang berlaku.
“Kami siap dikritik dan dikoreksi oleh masyarakat. Jika ada kesalahan, kami akan segera mengoreksinya,” kata Nusron.
Investigasi terhadap Sertifikat Pagar Laut
Kementerian ATR/BPN berjanji akan melakukan investigasi mendalam terkait polemik sertifikat hak guna bangunan (SHGB) pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan tersebut. Nusron mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengutus Direktur Jenderal (Dirjen) Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR), Virgo Eresta Jaya, untuk berkoordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) guna memastikan posisi bidang-bidang tanah tersebut apakah berada di dalam atau di luar garis pantai.
“Kami telah mengutus Dirjen SPPR untuk berkoordinasi dengan BIG (Badan Informasi Geospasial) terkait garis pantai di kawasan Desa Kohod,” jelasnya.
Dalam investigasi ini, data dokumen pengajuan sertifikat yang diterbitkan sejak 1982 akan dibandingkan dengan data garis pantai terbaru hingga 2024. Hingga saat ini, tercatat sebanyak 263 bidang telah terbit di lokasi tersebut, terdiri dari:
– 234 bidang SHGB atas nama PT Intan Agung Makmur,
– 20 bidang SHGB atas nama PT Cahaya Inti Sentosa,
– 9 bidang atas nama perseorangan,
– serta 17 bidang sertifikat hak milik (SHM).
Nusron menegaskan, jika hasil investigasi menunjukkan bahwa sertifikat yang terbit berada di luar garis pantai, maka pihaknya akan melakukan evaluasi dan peninjauan ulang.
“Kami akan mengevaluasi dan meninjau ulang jika ditemukan sertifikat yang berada di luar garis pantai,” ucap Menteri ATR/BPN Nusron Wahid berjanji kepada publik. (Har)