HukumPolhukam

MK Putuskan Tolak Permohonan Uji Formil UU Cipta Kerja

×

MK Putuskan Tolak Permohonan Uji Formil UU Cipta Kerja

Sebarkan artikel ini
MK
Aliansi 15 organisasi buruh ajukan pencabutan UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi/Dok.Ist

Editorindonesia, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruh permohonan pengujian formil terkait pembentukan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 yang sebelumnya merupakan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Dalam amar putusannya, MK menilai UU tidak melanggar ketentuan pembentukan perundang-undangan seperti yang didalilkan pemohon.

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan perkara nomor 54/PUU-XXI/2023, Senin (2/10/2023).

Dalam putusan ini, terdapat dissenting opinion atau pendapat berbeda dari 4 Hakim Konstitusi. Yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Suhartoyo.

Dalam pertimbangannya, MK menilai dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum. Pemohon mendalilkan bahwa penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi UU oleh DPR melanggar konstitusi karena dilakukan pada masa sidang keempat, padahal Perppu itu diteken Presiden Joko Widodo pada masa sidang kedua.

MK menganggap wajar jika DPR butuh waktu lama untuk menetapkan Perppu itu menjadi UU. Sebab Perppu Cipta Kerja bersifat omnibus yang mencakup 78 undang-undang lintas sektor. Majelis hakim juga menilai, parlemen tidak membuang-buang waktu untuk membahas Perppu itu sejak menerima surat Presiden.

Selanjutnya, dalil pemohon yang menilai bahwa penerbitan Perppu itu tidak memenuhi unsur kegentingan yang memaksa juga ditolak MK. MK sepakat dengan pendapat pemerintah bahwa Perppu itu harus segera disahkan.

Kegentingan yang dimaksud berupa krisis global yang berpotensi berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia akibat situasi geopolitik yang tidak menentu, dipicu adanya Perang Rusia-Ukraina serta ditambah situasi krisis ekonomi yang terjadi karena adanya pandemi Covid-19.

Soal ketiadaan partisipasi bermakna dalam pembentukan undang-undang itu, juga dinilai tidak beralasan menurut hukum. Partisipasi publik yang bermakna tidak dapat dikenakan pada undang-undang yang sifatnya menetapkan perppu karena membutuhkan waktu cepat untuk diundangkan.

“Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendapat proses pembentukan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 secara formil tidak bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, dalil-dalil permohonan para pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” ujar Hakim Konstitusi Guntur Hamzah.

Adapun, perkara itu diajukan oleh 15 pemohon dari sejumlah serikat buruh. Para buruh juga melakukan aksi menuntut MK untuk membatalkan UU Cipta Kerja.

Sementara itu, Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat menyatakan, dengan putusan MK yang tidak membatalkan UU Omnibus Law berarti hakim-hakim MK menjilat ludahnya sendiri. Dimana dua tahun lalu, MK menolak UU Cipta Kerja karena dinilai inkonstitusional bersyarat.

Saat itu, putusan tersebut diambil oleh hakim Wahidudin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, dan Aswanto. Kekawatiran buruh terbuktisetelah hakim Aswanto diberhentikan dari jabatannya oleh DPR RI, MK justru menjilat ludahnya sendiri. (Her)