Editorindonesia, Jakarta – Penyakit cacar monyet akibat virus monkeypox yang saat ini muncul di DKI Jakarta merupakan penyakit yang terjadi di kelompok tertutup, khususnya di kalangan homoseksual atau penyuka sesama jenis.
“Data global menyebutkan 99% penyakit ini ditemukan atau menyebar di kelompok pria yang memiliki perilaku berisiko tinggi yang menyukai sesama jenis dan berhubungan seksual. Ini harus jadi peringatan serius karena kecenderungan penyakit ini menyebar di kelompok tertutup dan akhirnya akan relatif sulit diberantas dan itu yang terjadi saat ini,” kata pakar epidemiologi Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia, dalam keterangannya yang dikutip pada Sabtu (21/10/2023)
Menurut Dicky, masyarakat tidak perlu panik terhadap penyakit cacar monyet karena penularannya tidak mudah, kecuali bagi orang yang telah melakukan kontak dengan yang sudah tertular.
Tanpa adanya perilaku berisiko tersebut, lanjut dia, tentu akan menjauhkan masyarakat dari penyakit cacar monyet. Meskipun penyakit ini dikatakan mampu pulih dan angka kematian relatif kecil, namun dengan penderita rentan seperti HIV akan berdampak sangat serius.
“Dalam konteks mitigasi dan pencegahan, pemerintah harus memakai strategi yang sama dengan pengendalian penyakit HIV yang masih menjadi penyakit yang menyebar di Indonesia pada kelompok yang sama. Ini membuktikan kita tidak berbeda dengan negara lain di dunia dan peningkatan literasi menjadi penting khususnya dalam aspek perilaku seksual,” ungkap Dicky.
Sebagaimana diketahui, penyakit cacar monyet sebetulnya sudah ditemukan sejak Agustus 2022 lalu. Pada Oktober 2023 ini, temuan terhadap cacar monyet kembali ramai.
Hal ini menurut Dicky semakin menguatkan bahwa, penyebaran penyakit ini memiliki kecenderungan silent seperti penyebaran HIV. (Frd)
Baca Juga:Kaum Homoseksual Picu Lonjakan Jumlah Penderita Cacar Monyet di Indon