Polisi menangkap pengunjukrasa pro Palestina di Kota Tua, Gaza/dok.VOA-Reuter

Pemerintah Israel Pidanakan Warganya yang Pro-Palestina

Editorindonesia, Tel Aviv – Warga Yahudi dan Arab Israel ditahan dan dipecat dari pekerjaannya. Bahkan tak jarang diserang karena mengungkapkan sikap yang mendukung kemerdekaan Palestina. Seperti yang dialami dua aktivis gerakan perdamaian Yahudi-Arab baru-baru ini ditahan di Israel, karena memasang poster berisi pesan yang dianggap ofensif oleh polisi.

Padahal pesannya bernada sejuk bertuliskan ‘Yahudi dan Arab, kita akan melalui ini bersama-sama’. Poster-poster para aktivis yang tergabung dalam Standing Together disita berikut kaos yang berisi pesan perdamaian dalam bahasa Ibrani dan Arab.

Hampir di seluruh Israel, orang-orang ditahan, dipecat dari pekerjaannya, dan bahkan diserang karena menunjukkan simpati terhadap Hamas setelah serangan pada Sabtu (7/10). Definisi pro-Hamas seringkali diperluas hingga mencakup ekspresi simpati terhadap penderitaan anak-anak Palestina yang terjebak di Gaza, atau seruan perdamaian, terutama jika diungkapkan dalam bahasa Arab dan Ibrani.

Dikutip dari The Guardian, pada Senin (23/10/2023) disebutkan pada pekan lalu, setelah 15 tahun mengabdi di rumah sakit Petah Tikva, Direktur Unit Perawatan Intensif Jantung rumah sakit tersebut diberhentikan dari jabatannya, karena menyuarakan pesan serupa. Pelanggaran yang nyata dilakukan Abed Samara dengan foto profilnya di media sosial seekor merpati membawa ranting zaitun dan bendera hijau bertuliskan syahadat, pernyataan keimanan umat Islam, ‘Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad SAW adalah nabi-Nya.’

Gambar tersebut sudah diposting Abed Samara tahun lalu, jauh sebelum serangan Hamas. Ternyaa, pemerintah Israel berpikir lain, gambar tersebut tetap dipandang sebagai bentuk dukungan terhadap Palestina. Pekan lalu, Samara juga mengunggah kutipan yang dikaitkan dengan Nabi Muhammad SAW, tentang bagaimana umat Islam harus mempertanggungjawabkan tindakan mereka pada hari penghakiman, yang menurut dokter Haaretz, ditujukan kepada para pemimpin dan ulama Muslim yang tidak berbuat cukup untuk menghentikan Israel menumpahkan darah warga Palestina.

Namun, postingan itu justru oleh otoritas rumah sakit Israel dianggapnya mendukung musuh. Tindakan keras ini dilakukan pemerintahan Benjamin Netanyahu, kepada warganya yang dianggap mendukung Palestina.

Sejak serangan itu, polisi diberi keleluasaan untuk menentukan tindakan terorisme. Mereka tidak lagi harus menunggu perintah jaksa penuntut negara.

Menurut Pengacara Hak Asasi Manusia, Michael Sfard, tindakan tersebut menghilangkan tingkat perlindungan hukum yang penting bagi kebebasan berpendapat individu di Israel.

“Kami melihat tsunami penyelidikan polisi. Orang-orang yang menjadi sasaran mengalami pengalaman yang sangat menakutkan dan meskipun berakhir tanpa dakwaan, hal itu tetap saja mengerikan. Ada gelombang pembungkaman terhadap segala jenis, tidak hanya kritik, tapi juga belas kasih,” paparnya.

Protes simpati terhadap Gaza telah dibubarkan dengan kekerasan. Kepala polisi Israel Yaakov Shabtai mempersilahkan pihak yang ingin mendukung Palestina, khususnya warga Gaza.

“Saya akan menempatkan mereka di bus yang menuju ke sana dan saya akan membantunya sampai ke sana,” jelasnya.

Pada awal pekan lalu, kantor jaksa agung Israel juga mengumumkan telah menginstruksikan universitas dan perguruan tinggi untuk meneruskan kasus mahasiswa yang mengunggah kata-kata pujian untuk Hamas.

Setelah instruksi tersebut, terjadi pembersihan pendukung Palestina di universitas-universitas Israel. Kelompok hak asasi hukum setempat melaporkan sekitar 50 pelajar Palestina telah dipanggil ke komite disipliner. Mereka dipanggil karena postingannya di media sosial dan beberapa telah diskors.

Intimidasi Sistematis

Intimidasi terhadap warga Yahudi dan Arab Israel yang memiliki pandangan berbeda juga datang dari sipil, sehingga memicu kebencian horizontal.

Dalam satu insiden penting, jurnalis sayap kiri ultra-ortodoks Israel Frey mengunggah video yang mengucapkan Kaddish, doa Yahudi untuk orang mati, untuk para korban pembantaian Hamas dan warga sipil Palestina yang diserang di Gaza.

Segera setelah itu, seorang pengguna platform perpesanan Telegram yang tidak dikenal menerbitkan alamatnya, yang dibagikan secara luas oleh kelompok sayap kanan, dan massa muncul di luar, melemparkan kembang api ke jendelanya, memaksa dia melarikan diri bersama keluarganya. Dia sekarang bersembunyi.

Direktur Nasional Standing Together Alon-Lee Green mengatakan tindakan terhadap Frey hanyalah salah satu contoh intimidasi yang meluas terhadap warga Israel yang menentang kebijakan pemerintah dan hukuman kolektif terhadap warga Palestina.

“Banyak orang diberhentikan dari pekerjaannya karena perbedaan pandangan politik atau hanya karena identitas mereka. Setiap hari kami mendapat ratusan panggilan telepon ke hotline kami, khususnya dari orang-orang yang kehilangan pekerjaan,” katanya.

Menurutnya beberapa lusin dari mereka dapat dikatakan telah menyatakan dukungannya terhadap Hamas, namun sebagian besar telah mengirimkan seruan untuk menghentikan perang.

“Ini memalukan karena kita membutuhkan para dokter, psikolog, anggota fakultas seni, yang merupakan bagian dari masyarakat kita dan menderita trauma. Ini juga berbahaya karena dapat menimbulkan ancaman kekerasan antarkomunitas,” paparnya.

Doxing data pribadi dan intimidasi terhadap aktivis perdamaian adalah fenomena yang tersebar luas, kata Ori Kol, salah satu pendiri FakeReporter, sebuah kelompok yang berdedikasi untuk memerangi penyebaran informasi yang salah dan ujaran kebencian horisontal.

“Apa yang Anda alami di Israel pada dasarnya adalah suasana ketakutan, yang didukung oleh aktor-aktor tak dikenal di dunia maya,” kata Kol.

Ia mengatakan penyerangan terhadap orang-orang pro-perdamaian menggunakan sistem cukup rapi. Mereka bahkan membocorkan identitas sutradara film sayap kiri terkenal, berikut nomor telepon dan nomor identitasnya. Mereka juga mengejar seorang perawat Palestina di utara Israel, yang mengunggah beberapa cerita dengan gambar dari Gaza.

“Sesuatu yang sangat meresahkan bagi kami adalah mengetahui bahwa kami akan menghadapi medan perang lain, pertempuran batin antar warga, di sini dan di Tepi Barat,” kata Direktur Eksekutif FakeReporter Achiya Schatz. (Her)

Baca Juga: Ratusan Warga Yahudi AS Ditangkap Usai Unjuk Rasa Serangan Israel di Gaza