Pemerintahan Prabowo diminta Bentuk Badan Khusus Literasi, Ini Alasannya
Editor Indonesia, Tegal – Pemerintahan Prabowo Subianto diminta membentuk badan khusus literasi. Karena masalah literasi koordinasinya terpisah-pisah ada yang ditangani Perpustakaan Nasional dan sebagian Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Hal itu disampaikan legislator Abdul Fikri Faqih, pada Sosialisasi Pembudayaan Kegemaran Membaca di Kota Tegal: “Akselerasi Budaya Baca dalam Transformasi Program Literasi” yang digelar di Hotel Karlita Kota Tegal, Jumat (11/10/2024).
“Jangan ribut-ribut saoal politik terus nanti masalah literasi ini, masalah baca ini tidak terurus,” ujar Fikri.
Fikri menuturkan peningkatkan literasi harus terus menerus digalakkan, tidak hanya di sekolah-sekolah tapi juga di lembaga-lembaga seperti taman bacaan masyarakat (TBM). Kemampuan literasi seseorang yang mencakup menulis, membaca, mendengarkan dan merespons dengan baik, menjadi ukuran keterampilan berbahasa dan intelektual.
“Tugas kita semuanya bikin inovasi, kreasi supaya orang gemar membaca dan jadi budaya terus-menerus dan dimana-mana bukan hanya di perpustakaan saja,” jelas legislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) IX meliputi Kabupaten Brebes dan Tegal itu.
“Anak-anak Asmanadiya gemar membaca dan bukan dipaksa. Ternyata disana disediakan buku bacaan bukan hanya di perpustakaan, tetapi di ruang tamu, ruang makan, bahkan di kamar mandi,” imbuh Fikri yang sebelumnya Wakil Komisi X DPR-RI dan kini kembali terpilih lagi menjadi legoslator.
Sosialisasi Pembudayaan Kegemaran Membaca yang diinisiasi Perpustakaan Nasional tersebut juga dihadiri sejumlah narasumber, yakni Kepala Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca Perpustakaan Nasional, Nurhadi Saputra, Rektor Universitas Bhamada Slawi, Maufur, Budayawan Pantura Atmo Tan Sidik, dan Ketua Dewan Kesenian Kota Tegal, Suriali Andi Kustomo selaku moderator.
Maufur menyampaikan bahwa untuk mengatasi dan meningkatkan gemar membaca masyarakat, pertama adalah perlu tersedianya sarana dan prasarana yang berkaitan dengan bagaimana orang-orang untuk membaca.
“Kedua bagaimana membuat penyusun dan mengedarkan bacaan-bacaan yang bukan hanya sekedar bermutu, tapi bacaan yang menyenangkan. Buku bukan hanya di perpustakaan, tapi ada di tempat-tempat yang menyenangkan,” ujar Maufur yang mantan Rektor Universitas Panca Sakti (UPS) Tegal.
Menurut Budayawan Pantura, Atmo Tan Sidik, budaya baca di Indonesia termasuk masih sangat rendah, ketimbang tradisi lisan.
“Cuma dalam kontek spiritual, mungkin basisnya perlu di tingkat spiritual. Perlu ditanamkan takut dosa, karena membaca adalah perintah Allah,” jelas Atmo Tan Sidik. (Sup)