Editor Indonesia, Konawe – Warga Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, terus menyuarakan penolakan terhadap aktivitas pertambangan yang beroperasi di wilayah mereka. Aksi protes berlangsung di Polda Sulawesi Tenggara dan Kantor DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara pada Selasa, 21 Januari 2024.
Tayci, salah satu warga Wawonii, mengungkapkan kekecewaannya atas ketidakjelasan pelaksanaan putusan Mahkamah Agung (MA), yang memerintahkan pencabutan izin tambang dan revisi sejumlah pasal dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
“Mahkamah Agung sudah memutuskan pencabutan pasal-pasal yang memungkinkan tambang ilegal. Namun, hingga hari ini putusan tersebut tidak dilaksanakan. Pemerintah provinsi, DPRD, dan aparat penegak hukum belum menunjukkan langkah konkret untuk menghentikan tambang ilegal ini,” ujar Tayci dalam pertemuan terbuka dengan DPRD Sulawesi Tenggara.
Tayci juga mempertanyakan komitmen pemerintah dalam menegakkan hukum terhadap aktivitas tambang yang diduga ilegal. Ia menyebut bahwa tambang di Wawonii tidak memiliki legalitas, tetapi tetap beroperasi tanpa pengawasan memadai.
Baca Juga: Anak Usaha Harita Group Tetap Menambang Nikel di Wawonii Sultra Diduga Langgar Hukum
Menurutnya, warga Wawonii telah memenangkan beberapa gugatan hukum terkait izin tambang yang dinyatakan tidak sah, termasuk gugatan terhadap RTRW yang mencakup pasal-pasal bermasalah seperti Pasal 25 Ayat 7 dan Pasal 25 Ayat 3. Izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) PT Gema Kreasi Perdana (GKP) juga telah dibatalkan oleh MA, namun hingga kini belum ada langkah nyata untuk mengeksekusi putusan tersebut.
Tayci juga mengingatkan bahwa aktivitas tambang telah menimbulkan dampak negatif, baik secara sosial, lingkungan, maupun ekonomi. “Tambang ini tidak hanya merusak alam, tetapi juga kehidupan kami. Hubungan antarwarga yang dulu harmonis kini retak. Kami meminta pemerintah segera bertindak sebelum kerusakan semakin parah,” tegasnya.
Aksi penolakan tambang di Wawonii telah berlangsung lama. Sejak 2007, masyarakat melakukan berbagai upaya untuk menghalau perusahaan tambang. Pada 2012, aksi besar-besaran di Kecamatan Wawonii Tenggara berhasil menggagalkan perusahaan tambang yang mencoba masuk. Namun, perusahaan lain seperti PT GKP tetap mencoba beroperasi di Desa Roko-Roko Raya.
“Pada 2019, kami turun ke Kota Kendari untuk mengepung kantor Gubernur Sulawesi Tenggara. Itu bukti bahwa rakyat memiliki kedaulatan seperti yang dijamin oleh UUD 1945,” ujar salah satu peserta aksi.
Baca Juga: Anggota DPRD Desak Tindakan Tegas Terhadap PT GKP Atas Penambangan Ilegal di Pulau Wawonii
Ia menambahkan bahwa aktivitas tambang telah mencemari sumber air, merusak lahan pertanian, dan menghancurkan ekosistem Pulau Wawonii, yang dikenal dengan potensi pariwisata, pertanian, dan perikanannya.
Sementara itu, anggota Komisi III DPRD Sulawesi Tenggara, Suwandi Andi, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan masyarakat terkait tambang ilegal tersebut. Ia mempertanyakan alasan pemerintah belum mengeksekusi putusan MA yang berkekuatan hukum tetap.
“Keputusan Mahkamah Agung sudah final. Mengapa negara belum mengeksekusinya? Penegakan hukum adalah instrumen negara yang harus dijalankan,” ujar Suwandi.
Ia menegaskan bahwa DPRD akan segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 2 Februari 2025 dan membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk membahas permasalahan tersebut. “Kami akan memanggil semua pihak terkait untuk memastikan keputusan hukum ini dijalankan,” pungkasnya. (RO)