HukumNusantara

Putusan Inkracht Wajib Dijalankan: DPRD Konkep Ingatkan Perusahaan Tambang Setop Aktivitas

×

Putusan Inkracht Wajib Dijalankan: DPRD Konkep Ingatkan Perusahaan Tambang Setop Aktivitas

Sebarkan artikel ini
Putusan Inkracht Wajib Dijalankan: DPRD Konkep Ingatkan Perusahaan Tambang Setop Aktivitas
Perusahaan tambang PT GKP melakukan aktivitas ilegal mengambil Ore Nikel di kawasan hutan lindung yang dimuat kapal tongkang ke 101, di Desa Suka Rela Jaya, Kec.Wawonii Tenggara, Konkep, Pulau Wawonii, Konkep/dok.Editor Indonesia/HO

Editor Indonesia, Konawe Kepulauan – Putusan inkracht wajib dijalankan, kata Wakil Ketua DPRD Konawe Kepulauan (Konkep), Sahidin. Dia menegaskan bahwa perusahaan tambang yang telah dinyatakan kalah dalam persidangan harus menghentikan aktivitasnya, sesuai dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Ia menegaskan bahwa putusan pengadilan bersifat final dan wajib dipatuhi oleh semua pihak, termasuk perusahaan tambang.

“Ketika pengadilan telah memutuskan bahwa perusahaan tambang harus menghentikan operasinya, maka keputusan itu harus dilaksanakan. Jika tetap beroperasi, itu sama saja melawan hukum dan bisa dikenakan sanksi,” ujar Sahidin, di Jakarta, Kamis (13/2/2025).

Ia menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, upaya hukum luar biasa seperti Peninjauan Kembali (PK) tidak menunda eksekusi putusan. Artinya, meskipun perusahaan tambang mengajukan PK, mereka tetap harus menghentikan aktivitasnya.

“Jika ada perusahaan yang masih menambang setelah putusan inkracht, maka pihak yang menang dalam perkara bisa mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan. Selain itu, aparat penegak hukum juga dapat mengambil tindakan tegas. Putusan Inkracht wajib dijalankan,” ucapnya tegas.

Politisi Partai Gerindra ini, menambahkan bahwa pelanggaran terhadap putusan pengadilan dapat dikenakan sanksi administratif maupun pidana. Sanksi administratif bisa berupa pencabutan izin tambang oleh pemerintah, sementara sanksi pidana bisa dijerat dengan Pasal 216 KUHP terkait ketidakpatuhan terhadap perintah yang sah dari pejabat berwenang.

Lebih lanjut, ia meminta pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk bersikap tegas dalam menegakkan putusan pengadilan. “Jangan sampai ada pembiaran. Jika perusahaan tetap membandel, maka pengadilan bisa meminta bantuan kepolisian atau instansi terkait untuk menghentikan aktivitas tambang tersebut,” tegasnya.

Sahidin juga mengingatkan bahwa penggugat memiliki hak untuk melaporkan perusahaan tambang yang tidak patuh kepada kepolisian, kejaksaan, atau bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika ada indikasi penyalahgunaan izin tambang yang melibatkan unsur korupsi.

“Kita berharap semua pihak menghormati hukum. Jika putusan pengadilan sudah final dan mengikat, maka harus dijalankan tanpa ada alasan untuk menghindarinya,” tutupnya.

Tambang Ilegal di Pulau Wawonii

Aktivitas pertambangan nikel PT GKP di Pulau Wawonii dinilai ilegal dan berpotensi mengarah pada tindak pidana korupsi. Pasalnya, perusahaan ini tidak memiliki dasar hukum yang sah untuk beroperasi.

Pada 7 Oktober 2024, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan warga dengan membatalkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT GKP seluas 707,10 hektare. Selain itu, warga juga memenangi dua gugatan uji materi terkait Perda RTRW Kabupaten Konkep:

1. Perkara nomor 57 P/HUM/2022 yang dikabulkan MA pada 22 Desember 2022.
2. Perkara nomor 14 P/HUM/2023 yang diputuskan pada 11 Juli 2023.

Kuasa hukum warga, Ady Anugrah Pratama, menegaskan bahwa dengan adanya putusan MA tersebut, seluruh alokasi ruang tambang di Wawonii menjadi batal.

Tak hanya itu, PT GKP juga gagal dalam uji materi Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K). Pada 21 Maret 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan mereka dan menegaskan bahwa pulau kecil tidak boleh digunakan untuk pertambangan mineral.

Pulau Wawonii, yang memiliki luas 715 km², masuk dalam kategori pulau kecil berdasarkan UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sesuai regulasi, pertambangan tidak diperbolehkan di pulau kecil dengan luas kurang dari 2.000 km².

“Dengan tiga putusan MA dan satu putusan MK yang menguatkan, PT GKP dan PT BKM telah kehilangan dasar hukum untuk beroperasi di Wawonii,” tegas Ady.

Ady juga menyoroti bahwa warga telah berulang kali memblokir akses dan membawa kasus ini ke pengadilan, membuktikan bahwa perusahaan telah kehilangan legitimasi sosialnya.

“Namun, meskipun telah kalah secara hukum dan sosial, GKP tetap nekat melanjutkan aktivitas pertambangan,” tambahnya. (Har)