Sah! Wiradadi Soeprayogo jadi Ketua Umum ISWA 2023-2028
Editorindonesia, Jakarta – Musyawarah Nasional VII Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia atau Indonesian Sawmill and Woodworking Association (ISWA), resmi memilih Wiradadi Soeprayogo sebagai Ketua Umum ISWA periode 2023-2028. Pengelolaan lingkungan yang berkesinambungan dan sinergi dengan stakeholder menjadi tantangan ISWA ke depan.
“Isue tentang lingkungan hidup, seperti peerubahan iklim, green economy, green industry, perdagangan karbon, program hilirisasi, dan lain-lain. Ini semua menyiratkan bahwa kebutuhan bahan baku kayu tidak sekedar memenuhi kuantitasnya saja, tetapi terlebih penting adalah mengedepankan kualitasnya. Begitu pula di industrinya, sehingga dihasilkan berbagai produk yang nir limbah (zero waste). Untuk itu, maka sentuhan (treatment) teknologi menjadi suatu keniscayaan, baik usaha di hulu maupun usaha di hilir,” ungkap Wiradadi kepada wartawan seusai Munas VII ISWA, di Hotel Santika, Jakarta, Kamis petang (26/10/2023) .
Berbagai tantangan tersebut tidak mungkin diatasi oleh ISWA sendiri. Kerjasama saling sharing dari berbagai pihak atau kolaborasi inklusif antara ISWA (industri) dan Pemerintah, Peguruan Tinggi, dan Organisasi Profesi (terutama yang ada dalam wadah Persatuan Insinyur Indonesia) merupakan suatu keniscayaan.
“Kita semua merasakan dan mengetahui, terjadinya perubahan yang begitu cepat dari berbagai aspek dan dimensi. Hal ini pasti berdampak kepada ISWA sebagai suatu organisasi bisnis yang bertumpu pada hasil industri kayu gergajian dan kayu olahan,” lanjutnya.
Sebagaimana diketahui, ISWA didirikan pada tanggal 14 November 1972 di Jakarta. Selama perjalanan waktu yang panjang itu, tentu ISWA mengalami pasang surut sejalan dengan perubahan atau perkembangan situasi dan kondisi dalam konteks internasional maupun nasional.
Menurut Wiradadi, sejak beberapa tahun ini keadaan perekonomian dunia semakin tinggi ketidakpastiannya. Ketidakpastian itu berarti sulit untuk memprediksi, dan tidak ada seorangpun yang dapat memastikan kapan keadaan yang tidak menguntungkan ini akan berakhir. Hal ini pasti berdampak negative terhadap usaha anggota-anggota ISWA yang sebagian besar produk industrinya berorientasi ekspor.
“Upaya secara individual untuk mengatasinya pastilah berat. Oleh karena itu, harus dihadapi secara kolektif oleh ISWA sebagai suatu organisasi dengan mindset baru, dalam pengertian benar, baik, dan tepat,” ujarnya.
Pasar produk industri pengolahan kayu di dalam negeri juga cukup berat, karena harus bersaing dengan produk-produk substitusi seperti logam, plastik, keramik dan lain-lain.
Rantai pasok bahan baku kayu bulat (log) dari hulu (hutan negara dan hutan hak atau hutan tanaman rakyat) sampai dengan hilir atau industri pengolahannya juga menghadapi persoalan yang tidak ringan, antara lain dengan semakin meningkatnya biaya logistic/transportasi, biaya transaksi, dan biaya informasi.
“Tantangan eksternal dan internal tersebut tidak mungkin dapat diatasi oleh ISWA sendiri. Kolaborasi inklusif dengan para pihak yang berkaitan menjadi keharusan,” tutupnya. (Didi)
Baca Juga: BMKG Perkirakan Hari Ini Hujan Turun di 25 Daerah di Jateng