Editor Indonesia, Jakarta – Terbongkarnya kasus korupsi dalam pengelolaan dana iklan di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB), menjadi pintu masuk untuk mengungkap dugaan praktik serupa di sejumlah BUMD maupun BUMN lainnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa potensi kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 222 miliar. Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (13/3), menyatakan bahwa anggaran iklan Bank BJB awalnya sebesar Rp 409 miliar, namun hanya sekitar Rp 100 miliar yang direalisasikan.
Lebih lanjut, modus korupsi di Bank BJB melibatkan penggelembungan anggaran dan belanja iklan senilai Rp 801 miliar, yang berdampak pada kerugian finansial bank tersebut.
Potensi Korupsi Dana Iklan di BUMN: Pertamina dalam Sorotan
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, menyebut bahwa kasus serupa berpotensi terjadi di berbagai BUMN, termasuk di PT Pertamina (Persero), dengan jumlah yang lebih besar.
Menurutnya, penggunaan dana iklan Pertamina selama ini minim transparansi dan luput dari pengawasan publik maupun aparat penegak hukum.
“Dana iklan Pertamina harus diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jika dibandingkan dengan Bank BJB, nilai dana iklan Pertamina jauh lebih besar, bisa mencapai triliunan rupiah jika digabung dengan subholding,” ujar Yusri, kepada editorindonesia.com, Sabtu (15/3/2025).
Yusri juga menyoroti dugaan upaya penggiringan opini media terkait kasus korupsi di subholding Pertamina. Ia mengklaim bahwa VP Corporate Communication Fadjar Djoko Santoso mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi pada 27 Februari lalu, yang berlangsung hingga dini hari.
“Tujuan pertemuan itu adalah untuk menggiring narasi seolah-olah kasus korupsi tersebut bermuatan politis. Saya mendapat informasi ini langsung dari yang hadir dalam pertemuan itu,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Yusri mengklaim bahwa berita-berita CERI yang mengungkap dugaan korupsi tata kelola minyak di Pertamina diblokir oleh media partner Pertamina Group dan BUMN Group. Bahkan, aksi unjuk rasa Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) bersama CERI pada 11 Maret 2025 di Pertamina, Kementerian BUMN, Kementerian ESDM, dan Kejaksaan Agung disebutkan turut mengalami pembungkaman media.
Dugaan Keterlibatan Jaringan Mafia Migas
Yusri menegaskan bahwa jika dugaan tersebut benar, aparat penegak hukum harus segera turun tangan.
“Dalam RKAP tidak ada anggaran untuk kegiatan tersebut. Jika benar terjadi, ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi dan diduga terkait dengan jaringan mafia migas,” tegasnya.
Ia juga menyinggung kasus korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina pada 2015, yang mengungkap dugaan penyelewengan dana sekitar Rp 126 miliar oleh Pertamina Foundation. Kala itu, mantan Direktur Eksekutif Pertamina Foundation, Nina Nurlina Pramono, telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan korupsi dan pencucian uang.
“Awalnya publik sulit percaya bahwa dana CSR bisa dikorupsi, tetapi faktanya terjadi di Pertamina dan belakangan juga di Bank Indonesia,” tambahnya.
Menurut Yusri, jaringan mafia migas sangat luas dan terstruktur, melibatkan berbagai pihak, termasuk oknum di Istana, politisi di Senayan, aparat penegak hukum, BPK, BPKP, serta media dan LSM tertentu.
Kasus korupsi dana iklan di Bank BJB menjadi alarm bagi berbagai pihak untuk lebih transparan dalam pengelolaan anggaran, terutama di BUMN dengan nilai belanja iklan yang jauh lebih besar. Jika dugaan praktik serupa terjadi di Pertamina, audit menyeluruh dan tindakan hukum tegas harus segera dilakukan. (Har)