HukumNusantara

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Konkep Heran Mengapa Pemprov Sultra abaikan Kepentingan Rakyat Wawonii

×

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Konkep Heran Mengapa Pemprov Sultra abaikan Kepentingan Rakyat Wawonii

Sebarkan artikel ini
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Konkep Heran Mengapa Pemprov Sultra abaikan Kepentingan Rakyat Wawonii
Kapal Tongkang PT GKP ke 97 yang memuat Ore Nikel tanpa IPPKH, Minggu (2/2/2025)/dok.Editor Indonesia/HO

Editor Indonesia, Konkep – Wakil Ketua DPRD Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) Sahidin, mengaku heran dengan Pemprov Sulawesi Tenggara (Sultra), yang masih saja mendiamkan PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP) melakukan aktivitas menambang nikel di Pulau Wawonii. Padahal keputusan Mahkamah Agung (MA) sudah menunda penambangan di sana.

“Sampai hari ini, Kapal Tongkang PT GKP ke 97 yang memuat Ore Nikel tanpa IPPKH dan atau darluasa dan atau tabrak UU sebagaimana putusan MA RI Nomor 403. Ore Nikel ini diperoleh dari Hutan Lindungi dan atau Hutan Produksi yang bisa di Konversi di Desa Suka Rela Jaya / Desa Roko2 Kecamatan Wawonii Tenggara Kabupaten Konkep Provinsi Sulawesi Tenggara Paska putusan MK RI,” ungkap Sahidin kepada editorindonesia.com melalui pesan WhatApps, Minggu (2/2/2025).

Sahidin menjelaskan bahwa kedua Putusan Mahkamah Agung tersebut bersifat final, telah berkekuatan hukum tetap, dan tidak ada lagi upaya hukum lain untuk menggugatnya, karenanya harus dipatuhi, dihormati, dan dilaksanakan.

“Sayangnya, Pemprov Sultra cenderung terlihat memihak dan seolah-olah berupaya untuk tetap melancarkan kegiatan pertambangan PT GKP di Pulau kecil Wawonii,” ucapnya.

kader Partai Gerindra ini menilai, Pemprov Sultra berpihak kepada anak perusahaan Harita Group ini. Hal itu dapat dilihat dari sikap abai Pemprov Sultra yang tidak menindak tegas PT GKP yang tetap melakukan kegiatan operasional pertambangan meskipun keberlakuan IPPKHnya ditunda berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 403 K/TUN/TF/2024 tanggal 7 Oktober 2024 yang menguatkan Putusan PTUN Jakarta Nomor: 167/G/TF/2023/PTUN.JKT.

Sebelumnya, pada 26 Januari 2025, General Manager External Relations PT GKP, Bambang Murtiyoso menyatakan, pihaknya tetap menjalankan operasional berdasarkan izin yang masih berlaku, seperti IUP dan IPPKH”.

“Pernyataan Bambang tersebut merupakan sebuah pengakuan tindak pidana. Tindakan PT GKP yang tetap menambang di hutan tanpa adanya IPPKH jelas merupakan tindak pidana yang melanggar Pasal 78 ayat (6) UU Kehutanan dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 5 miliar. Sehingga wajar jika masyarakat mengatakan Pemprov Sultra berpihak pada PT GKP dan tidak menghormati Putusan Mahkamah Agung”, terang Sahidin yang juga merupakan salah satu penggugat PT GKP.

Sahidin menambahkan kekeliruan Pemprov Sultra dan tindakan abai dalam merespon polemik sengketa pertambangan di Pulau kecil Wawonii hanya semakin memperburuk kerugian yang dialami masyarakat.

Selain Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi juga telah menguatkan posisi hukum pulau kecil bukan merupakan wilayah yang boleh untuk ditambang melalui Putusan Nomor 35/PUU-XXI/2023 dalam pengujian UU PWP3K yang diajukan oleh PT GKP.

Terlepas dari adanya berbagai putusan pengadilan dari Mahkamah Agung yang menegaskan PT GKP tidak lagi berhak melakukan kegiatan operasional pertambangan, Pemprov Sultra tetap abai dan tidak menghormati putusan-putusan pengadilan tersebut.

Pun jika, quod non, hasil putusan Peninjauan Kembali atas IPPKH dikabulkan, PT GKP tetap tidak bisa melanjutkan kegiatan operasionalnya karena tidak lagi ada ruang untuk kegiatan pertambangan di Pulau kecil Wawonii berdasarkan dua Putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap, yakni Putusan Nomor: 57 P/HUM/2022 tanggal 22 Desember 2022 dan Putusan Nomor: 14 P/HUM/2023 tanggal 11 Juli 2023.

“Mendasarkan pada fakta-fakta yang terang benderang di atas, semestinya Kadis ESDM dan Sekda Sultra mencabut dan mengklarifikasi pernyataannya. Selain bertentangan dengan hukum, pernyataan Andi Azis dan Asrun Lio sangat menyakiti hati masyarakat Wawonii dan merendahkan perjuangan mereka dalam mendapatkan haknya kembali atas lingkungan yang bersih, sehat, dan terbebas dari aktivitas pertambangan, khususnya bagi masyarakat yang tanahnya digusur paksa oleh PT GKP”, pungkas Wakil Ketua DPRD Konkep ini. (Har)