WALHI Desak Presiden Batalkan Pembangunan Kawasan Rempang Eco-City
Editorindonesia, Kepri – WALHI menyesalkan pembangunan kawasan Rempang Eco-City dari awal perencanaannya tidak partisipatif dan abai pada suara masyarakat adat 16 Kampung Melayu Tua di Pulau Rempang yang sudah eksis sejak 1834. Padahal pembangunan kawasan Rempang Eco-City merupakan salah satu program strategis nasional yang dimuat dalam Permenko Ekuin Nomor 7 Tahun 2023.
Lantaran itu, jelas dia, sangat wajar masyarakat di lokasi tersebut menolak rencana pembangunan tersebut. BP Batam, Menko Ekuin, Kepala BKPM, dan K/L yang terlibat dalam proses ini merumuskan program tanpa persetujuan masyarakat.
”Atas dasar tersebut, kami Masyarakat Sipil di Riau, Masyarakat Sipil Nasional, dan 28 Kantor Eksekutif Daerah WALHI meminta Presiden mengambil sikap tegas untuk membatalkan program ini. Program yang mengakibatkan bentrokan dan berpotensi menghilangkan hak atas tanah, dan identitas adat masyarakat di 16 Kampung Melayu Tua di Rempang,” ungkap Direktur Eksekutif Nasional WALHI Zenzi, kepada wartawan, Jumat (8/9/2023).
Peristiwa berdarah ini, menurut Zenzi, merupakan tanggung jawab pimpinan BP Batam, Kapolda Kepulauan Riau, Kapolresta Barelang, Komandan Panglima TNI AL Batam. Peristiwa ini pun bertentangan dengan amanat UUD 1945, di mana tegas disebut negara wajib melindungi seluruh tumpah darah dan segenap warga negara Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.
Azlaini Agus, salah satu Tokoh Riau yang ambil bagian mendukung perjuangan masyarakat menambahkan bahwa tindakan aparat Kepolisian, BP Batam dan TNI yang memaksa masuk ke wilayah masyarakat adat Pulau Rempang, adalah pengabaian terhadap amanah konstitusi dan pelanggaran HAM secara nyata.
“Oleh karena itu Presiden harus memerintahkan kepada Kapolri dan Panglima TNI untuk segera mencopot Kapolda Kepulauan Riau, Kapolres Barelang dan Komandan Pangkalan TNI AL Batam karena telah melanggar konstitusi dan HAM,” tegas Agus.
WALHI menyatakan bahwa yang dilakukan warga Rempang merupakan upaya mempertahankan hak dasarnya untuk hidup, hak untuk mempertahankan kampung halaman nenek moyang mereka. Sehingga apa yang yang dilakukan tim gabungan keamanan bukan untuk Indonesia, bukan untuk melindungi, dan mengayomi masyarakat adat. Tindakan tersebut hanya sekedar membela investasi yang akan menggusur masyarakat adat. (Didi)
Baca Juga: IPW: Jokowi Gagal Lindungi Rakyat Dalam Kasus Rempang