Waspada Hipertensi Pada Anak, Ini Pemicunya
Editorindonesia, Jakarta – Hipertensi pada anak saat ini menjadi fenomena gunung es di Indonesia. Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. dr. Heru Muryawan Sp.A(K) mengingatkan bahwa penyakit tekanan darah tinggi tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Hipertensi atau tekanan darah tinggi kerap dianggap hanya menyerang usia dewasa. Padahal, faktanya 18,9 persen anak usia enam hingga 18 tahun di Indonesia ikut mengalami hipertensi.
Angka ini terbilang tinggi bila dibandingkan dengan laporan banyak negara lain misalnya Amerika Serikat 4,2 persen, Brasil 5,5 persen, Afrika 5,5 persen. Sementara tren di China kurang lebih tidak jauh berbeda dengan Indonesia yakni 18,4 persen pada usia anak enam sampai 13 tahun.
“Indonesia termasuk tinggi, kalau ada anak 100 berarti hampir 19 orang yang terkena hipertensi,” bebernya dalam webinar daring, Selasa (6/2/2024).
Dr dr Heru Muryawan, SpA (K) menyebut hipertensi terbagi menjadi dua yakni primer dan sekunder. Kebanyakan kasus hipertensi pada anak merupakan hipertensi sekunder.
Artinya, ada riwayat penyakit yang menyertai kondisi tekanan darah tinggi. Dari sekian banyak kasus yang ditemukan, lebih dari 90 persen anak terkena hipertensi akibat mengidap penyakit ginjal.
“Sebagian besar hipertensi pada anak itu karena penyakit ginjal, ini yang membuat alasan kenapa kita mesti memperhatikan dengan betul, karena jika berlanjut pada dewasa, dia ginjalnya sakit sampai dewasa kalau tidak ditangani dengan baik,” imbaunya.
Kondisi lain yang menyertai adalah penyakit jantung hingga obesitas. Orangtua perlu mewaspadai hipertensi pada anak dengan mulai melakukan skrining rutin sejak tiga tahun.
dr Heru juga tidak menampik kemungkinan hipertensi pada anak bersifat genetik, tetapi hal tersebut masih dianalisis lebih lanjut.
“Kalau ada keluarganya yang sakit hipertensi biasanya pada anak-anaknya juga bisa, tetapi bisa terkena, bisa tidak. Yang sudah pasti anak dengan penyakit jantung bawaan, kurangnya aktivitas,” ujarnya.
Anak dengan minim aktivitas berisiko mengalami hipertensi lantaran pembuluh darah memerlukan elastisitas, kelenturan, sehingga bisa tidak beraktivitas dalam jangka waktu lama risiko tersebut otomatis meningkat.
Hal yang juga tak kalah penting adalah menjaga batasan gula, garam, dan lemak agar tidak berlebihan. Dia menjelaskan bahwa terdapat sejumlah faktor risiko hipertensi pada anak, mulai dari faktor keturunan hingga obesitas.
“Kalau faktor risiko pada anak itu keturunan misalnya kalau ada keluarganya sakit hipertensi, biasanya itu pada anak-anaknya atau keturunannya bisa, bisa iya bisa tidak. Tapi bisa terjadi hipertensi,” kata Heru lebih lanjut.
Heru mengatakan anak-anak yang memiliki riwayat keluarga dengan tekanan darah tinggi berisiko mengalami kondisi serupa. Selain itu, penyakit jantung bawaan, kurangnya aktivitas fisik, dan konsumsi garam, lemak, serta gula berlebihan juga dapat memicu hipertensi pada anak.
“Kemudian bapak dan ibunya merokok, ini juga meningkatkan risiko anak terkena hipertensi, selain kondisi lainnya obesitas, dan anak yang lahir prematur,” sambungnya.
Anak yang terlahir prematur biasanya berbobot di bawah 1,5 kg, pada kondisi tersebut banyak orangtua mengupayakan beragam cara agar BB anak cepat bertambah.
“Anak yang lahir dengan bb rendah bb normal anak 2,5 sampai 4 kg, ini bisa 1,5 kg, ortu pengen cepat-cepat gendut, maka diberi minuman yang berlebihan sehingga kelebihan BB, kemudian usia 7 tahun usia mereka-mereka ini biasanya akan menderita hipertensi,” tutur dia.
“Bayi-bayi yang kecil, prematur, kenaikan BB-nya biasa-bisa aja, tidak usah dipaksa supaya dia lebih gendut,” pesannya.
Dalam menanggulangi faktor risiko, Heru menyarankan untuk melakukan modifikasi gaya hidup, seperti menurunkan berat badan untuk anak yang mengalami obesitas, mengadopsi diet rendah lemak dan garam, serta memberikan ASI eksklusif pada bayi.
“Lalu juga asupan makanan yang mengandung kalium dan kalsium. Tapi tidak usah dipikirkan karena kalau makanan itu sudah sesuai dengan makanan yang kita makan, ada lemak, ada protein, ada sayur, ada protein hewani, ada karbohidrat itu sudah cukup. Yang terakhir olahraga teratur,” pungkas dia. (Kin)