Editor Indonesia, Jakarta – Rumah makan legendaris Ayam Goreng Widuran Solo akhirnya memberikan klarifikasi dan mengakui salah satu menunya yang mengandung bahan nonhalal. Kremesan ayam goreng Widuran diketahui mengandung minyak babi.
Polemik ini bermula ketika sejumlah warganet mengungkapkan kekecewaan mereka di platform daring, terutama Google Review, setelah mengetahui bahwa menu andalan Ayam Goreng Widuran, ayam goreng kremes, menggunakan bahan nonhalal. Padahal, restoran yang telah berdiri sejak tahun 1973 ini dikenal luas dan diasumsikan menyajikan menu halal secara keseluruhan.
Ranto, seorang karyawan Ayam Goreng Widuran, membenarkan bahwa label nonhalal baru dipasang setelah isu ini menjadi perbincangan hangat di dunia maya.
“Udah dikasih pengertiannya nonhalal, ya karena viralnya. Kremesnya itu nonhalal. Beberapa hari yang lalu,” ujarnya sebagaimana dikutip dari Tribunnews, Senin (26/5/2025).
Menanggapi gelombang kritik yang muncul, manajemen Ayam Goreng Widuran secara terbuka menyampaikan permohonan maaf melalui akun Instagram resmi mereka, @ayamgorengwiduransolo. Dalam pernyataan tersebut, pihak restoran menegaskan komitmennya untuk lebih transparan dan bertanggung jawab kepada seluruh pelanggan dengan memastikan label nonhalal terpasang di seluruh cabang.
Terkait hal ini, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) angkat bicara perihal polemik label nonhalal di rumah makan legendaris Ayam Goreng Widuran Solo. Ketua Pengurus Harian YLKI, Niti Emiliana, menyatakan kekecewaannya terhadap pihak restoran yang dinilai terlambat dalam memberikan informasi penting tersebut kepada konsumen.
“Sepatutnya pelaku usaha bersikap jujur dan transparan kepada konsumen. Paling tidak petugasnya selalu memberitahu kepada konsumennya bahwa ini tidak halal,” tegas Niti sebagaimana dikutip dari Tribunnews, Senin (26/5/2025).
Niti menekankan bahwa ketiadaan informasi yang jelas mengenai status kehalalan suatu produk makanan merupakan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, terutama bagi konsumen muslim.
“Pelaku usaha wajib beritikad baik dalam berbisnis dengan memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur kepada konsumennya,” imbuhnya.
Lebih lanjut, YLKI mendesak pemerintah daerah setempat untuk meningkatkan pengawasan dan memberikan pembinaan kepada para pelaku usaha yang belum sepenuhnya mematuhi peraturan terkait informasi produk kepada konsumen.
“Kejadian ini akan berdampak pada menurunnya kepercayaan konsumen pada resto tersebut. Konsumen yang dirugikan dapat melakukan tuntutan karena hal ini jelas melanggar hak konsumen,” pungkas Niti. (Har)