Jabodetabek

Ancaman Penutupan Eiger Adventure Land, Warga Bogor Cemas Kehilangan Mata Pencaharian

×

Ancaman Penutupan Eiger Adventure Land, Warga Bogor Cemas Kehilangan Mata Pencaharian

Sebarkan artikel ini
Ancaman Penutupan Eiger Adventure Land, Warga Bogor Cemas Kehilangan Mata Pencaharian
Pekerja Eiger Adventure Land, dari warga setempat tengah menanam pohon/dok.Editor Indonesia/HO
Ancaman Penutupan Eiger Adventure Land, Warga Bogor Cemas Kehilangan Mata Pencaharian

Editor Indonesia, Bogor – Air mata Yuyun jatuh perlahan saat bercerita. Di usianya yang hampir 60 tahun, ia masih setia merawat bibit pohon di Eiger Adventure Land, Bogor. Baginya, tempat wisata itu bukan sekadar destinasi ekowisata, melainkan sumber nafkah yang menjaga dapur tetap mengepul. Kini, kabar penutupan membuat hatinya gamang: “Kalau ditutup, kami mau kerja apa lagi, Pak?”

Kampung Lemah Neundeut, Desa Sukagalih, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, tengah diliputi rasa cemas. Isu penutupan kawasan ekowisata Eiger Adventure Land membuat masyarakat khawatir akan nasib perekonomian mereka yang selama tujuh tahun terakhir sangat bergantung pada keberadaan destinasi wisata tersebut.

Sejak resmi berdiri pada 2018, Eiger Adventure Land bukan sekadar tempat rekreasi. Bagi warga sekitar, keberadaannya telah menjadi denyut nadi ekonomi lokal. Tak kurang dari 300 orang dari tiga RT setempat kini bekerja di kawasan ekowisata itu, mulai dari pemuda hingga warga lanjut usia berusia 50–60 tahun.

“Kalau sampai ditutup, masyarakat pasti terpukul. Ada risiko anak-anak putus sekolah karena orang tuanya kehilangan mata pencaharian,” ungkap Fahmi, salah satu tokoh masyarakat setempat, Jumat (15/8/2025).

Fahmi mengisahkan, sebelum ada Eiger, lahan tersebut hanyalah area gundul yang ditanami sayuran dan pisang dengan sistem bagi hasil. Kondisinya tandus dan nyaris tak memberi banyak manfaat. Kehadiran Eiger membawa perubahan. Sekitar 50 ribu pohon ditanam dalam program reboisasi, dan masyarakat dilibatkan langsung dalam proses penghijauan itu sekaligus mendapat upah.

Hal senada disampaikan Ketua RT, Mumuh. Ia menyebut mayoritas warganya kini bergantung pada Eiger untuk bertahan hidup. “Dulu lahan ini tandus. Sekarang banyak pohon besar tumbuh, sehingga lebih hijau. Kalau ditutup, kasihan warga yang kehilangan penghasilan,” ujarnya.

Kisah haru datang dari para pekerja lokal. Wawan (50) dan Murji (48), misalnya, mengaku sangat terbantu sejak bekerja di Eiger. “Kami tidak punya ijazah, hanya bisa kerja serabutan. Kalau ditutup, bingung harus kerja ke mana lagi,” kata mereka.

Ibu Yuyun (59), pekerja bagian perawatan tanaman, tak kuasa menahan air mata saat menceritakan pengalamannya. “Sejak tiga tahun lalu saya menanam dan merawat bibit pohon di sini. Alhamdulillah, penghasilan ini membantu keluarga saya. Kalau ditutup, berat sekali hidup kami, Pak. Cari kerja ke mana lagi?” tuturnya dengan suara bergetar.

Bagi warga Sukagalih, Eiger Adventure Land bukan hanya tempat wisata, melainkan juga pusat pemberdayaan masyarakat. Kehadirannya membuka lapangan kerja, menggerakkan usaha kecil seperti warung makan dan rumah kontrakan, serta membantu banyak keluarga menyekolahkan anak-anak mereka.

Kini, ancaman penutupan membuat ratusan pekerja resah. Mereka takut gelombang pengangguran akan melanda dan kesejahteraan yang sudah mulai terbentuk kembali sirna.

“Eiger sudah menjadi bagian hidup kami. Kalau bisa, jangan tutup. Demi warga sekitar,” ujar Yuyun, mewakili suara hati banyak warga.

Eiger Adventure Land mungkin terlihat sebagai destinasi wisata biasa bagi pengunjung dari luar kota. Namun bagi warga Kampung Lemah Neundeut, kawasan itu adalah denyut kehidupan—tempat mereka menanam harapan sekaligus menggenggam masa depan. Jika benar-benar ditutup, bukan hanya ratusan pekerja yang kehilangan penghasilan, tapi juga impian anak-anak yang terancam putus sekolah. Bagi mereka, mempertahankan Eiger berarti mempertahankan hak untuk hidup lebih layak. (Frd)

Baca Juga: Eiger Radio Dalam Berbagi Kebaikan dan Gelar Promo Ramadhan 1445 H