Editor Indonesia, Konawe Kepulauan — Anggota DPRD Konawe Kepulauan dari Fraksi Gerindra, Sahidin, menuntut tindakan tegas dari aparat penegak hukum, baik Polri maupun Ditjen Gakkum KLHK, terkait aktivitas penambangan nikel yang dilakukan oleh PT Gema Kreasi Perdana (GKP).
Sahidin menegaskan bahwa PT Gema Kreasi Perdana, anak perusahaan Grup Harita, telah melanggar hukum dengan terus melakukan penambangan di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara.
Sebagai wakil rakyat, Sahidin menyatakan keprihatinannya atas pelanggaran hukum ini, merujuk pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang dengan tegas melarang penambangan di pulau kecil. Ia juga menyebutkan dua putusan penting dari Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menguatkan larangan tersebut.
Putusan Hukum Sudah Jelas
Sahidin mengungkapkan bahwa Mahkamah Agung telah membatalkan pasal-pasal terkait tambang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Konawe Kepulauan melalui Putusan Judicial Review No. 57 tanggal 23 Desember 2022. Putusan ini menegaskan bahwa pasal-pasal tersebut melanggar undang-undang dan membahayakan kelestarian lingkungan di Pulau Wawonii.
Selain itu, pada September 2023, MA kembali membatalkan ketentuan RTRW Konkep yang mengatur status hutan seluas 40 ribu hektare yang mengandung logam dan nikel melalui Putusan No. 14. Putusan kasasi MA yang terbaru, No. 403 Tahun 2024, juga menguatkan pembatalan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT GKP.
“Putusan ini membuktikan bahwa PT GKP telah menabrak peraturan perundang-undangan, namun anehnya mereka masih bebas melakukan aktivitas penambangan,” ujar Sahidin dengan heran dalam pesan WhatsAppnya kepada editorindonesia.com, Selasa (15/10/2024).
Seruan kepada Pemerintah Daerah
Selain mendesak penegak hukum, Sahidin juga meminta Pemerintah Daerah Konawe Kepulauan, untuk segera mencabut izin lingkungan dan izin lainnya yang dikeluarkan kepada PT GKP. Menurutnya, setelah alat kelengkapan Dewan terbentuk, pihaknya akan segera mengadakan rapat untuk membahas dan menyelesaikan persoalan perizinan tersebut.
“Putusan MA telah jelas, namun GKP masih terus beroperasi. Ini adalah pelanggaran hukum yang dilakukan secara terang-terangan. Saya baru saja mendapat kabar bahwa PT GKP masih menambang dan mengangkut hasil tambang nikel di Pulau Wawonii,” tegas Sahidin.
Dari laporan pemantauan yang dilakukan warga, ungkap Sahidin, hingga hari ini, Selasa tanggal 15 Oktober 2024, sudah tercatat ada 68 kapal tongkang milik PT GKP yang telah mengangkut hasil tambang dari Pulau Wawonii.
“Kawan-kawan DPRD Konawe Kepulauan prihatin dan menjadi diskusi hangat di warkop. Ini negara hukum atau apa? Kerusakan akibat penambangan diabaikan, keputusan MA pun diabaikan pemerintah. Jangan sampai timbul gejolak baru pemerintah turun tangan,” ungkap Anggota DPRD Konawe Sahidin
Legalitas Izin yang Dipertanyakan
Sahidin juga menyoroti ketidakjelasan legalitas izin PT GKP. Ia mengungkapkan bahwa IPPKH Nomor 576 milik PT GKP yang terbit pada tahun 2014 untuk Kabupaten Konawe, seharusnya batal demi hukum jika dalam dua tahun tidak ada kegiatan nyata di lapangan, sesuai dengan diktum 13 dari keputusan tersebut.
“Faktanya, hingga tahun 2017 tidak ada kegiatan di lapangan. Bahkan, meski IPPKH diterbitkan untuk Kabupaten Konawe, PT GKP justru menambang di Kabupaten Konawe Kepulauan yang merupakan hasil pemekaran,” jelasnya.
Sahidin menyimpulkan bahwa situasi ini sangat tidak wajar dan meminta semua pihak terkait untuk segera bertindak. “Ini soal waktu meledak saja, bila pemerintah atau penegak hukum justru melemahkan hukum di depan masyarakat,” ucapnya tegas. (Har)