Internasional

AS Tolak Syarat Baru Gencatan Senjata dari Hamas

×

AS Tolak Syarat Baru Gencatan Senjata dari Hamas

Sebarkan artikel ini
AS Tolak Syarat Baru Gencatan Senjata dari Hamas
Pejuang Hamas/Dok.Bloomberg
as tolak syarat hamas

Editor Indonesia, Jakarta – Harapan akan terwujudnya gencatan senjata baru di Gaza kembali menemui jalan terjal. Kelompok Hamas dilaporkan telah mengajukan respons terhadap usulan gencatan senjata yang dimediasi oleh Amerika Serikat (AS). Namun, respons tersebut ditolak mentah-mentah oleh utusan pemerintahan Trump, Steve Witkoff. Ia menyebut usulan tersebut “sama sekali tidak dapat diterima”.

Melalui unggahan di platform X pada Sabtu (31/5/2025), Witkoff menyatakan kekecewaannya.

“Hamas seharusnya menerima kerangka proposal yang telah kami ajukan,” tulisnya.

Kendati demikian, ia masih membuka peluang untuk pembicaraan lebih lanjut, dengan mengatakan bahwa diskusi terkait gencatan senjata “bisa segera dimulai pekan ini.”

Sumber-sumber menyebutkan bahwa perbedaan signifikan antara proposal AS dan respons Hamas terletak pada durasi gencatan senjata dan sejauh mana penarikan pasukan Israel dari wilayah Gaza akan dilakukan.

Dalam pernyataan resminya, Hamas mengemukakan sejumlah perubahan yang mereka ajukan dengan tujuan untuk mencapai “gencatan senjata permanen, penarikan total pasukan Israel dari Jalur Gaza, serta kelancaran aliran bantuan kemanusiaan bagi warga kami di wilayah tersebut.”

Sebagai bagian dari tawaran mereka, Hamas juga menyatakan kesiapannya untuk membebaskan 10 sandera Israel yang masih hidup dan mengembalikan 18 jenazah. Imbalan yang mereka minta adalah pembebasan sejumlah tahanan Palestina yang telah disepakati sebelumnya. Namun, Hamas tidak secara eksplisit menyatakan apakah mereka menerima atau menolak proposal awal dari AS.

as tolak syarat hamas

Sebelumnya, Israel dilaporkan telah menyetujui usulan gencatan senjata yang diajukan oleh AS. Witkoff menjelaskan bahwa proposal tersebut mencakup gencatan senjata selama 60 hari, dengan pembebasan separuh dari sandera yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Proposal itu juga mencakup dimulainya kembali distribusi bantuan kemanusiaan yang dipimpin oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke wilayah Palestina.

Menurut laporan dari Associated Press yang mengutip seorang pejabat anonim, perubahan yang diajukan Hamas mencakup penyesuaian pada waktu pembebasan sandera, mekanisme distribusi bantuan kemanusiaan, serta jadwal penarikan pasukan Israel.

Gencatan senjata sebelumnya antara Israel dan Hamas berakhir pada pertengahan Maret, dan sejak saat itu negosiasi untuk gencatan senjata baru mengalami kebuntuan. Hamas bersikeras menuntut penarikan penuh pasukan Israel sebagai syarat utama, sementara Israel meminta Hamas untuk melucuti senjata dan membubarkan diri.

Tekanan internasional untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung lama ini terus meningkat, terutama di tengah krisis kemanusiaan yang semakin parah di Gaza. Lembaga-lembaga bantuan kemanusiaan melaporkan bahwa lebih dari 2 juta warga sipil di wilayah pesisir yang hancur itu kini berada di ambang kelaparan akibat blokade yang telah berlangsung selama 11 minggu.

Meskipun pengiriman bantuan makanan telah kembali dilakukan melalui Gaza Humanitarian Foundation, distribusinya masih menghadapi kendala keterlambatan dan kekacauan di lapangan.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada kejelasan apakah Israel akan menerima perubahan yang diajukan oleh Hamas terhadap proposal AS. Namun, beberapa anggota pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menunjukkan nada optimis terkait potensi tercapainya kesepakatan.

Menteri Energi Israel, Eli Cohen, yang juga merupakan anggota kabinet keamanan Netanyahu, menyatakan dalam wawancara dengan Channel 12 TV pada Sabtu malam,

“Saya menilai waktu tidak berpihak kepada Hamas, dan oleh karena itu mereka pada akhirnya akan menerima proposal dari Witkoff.”

Perkembangan terbaru ini menunjukkan betapa rumit dan sulitnya upaya untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata yang dapat mengakhiri konflik berkepanjangan di Gaza dan meringankan penderitaan jutaan warga sipil. (Didi)