Iklan SMPB
Opini

Bom Waktu Stok Jumbo Beras Bulog

×

Bom Waktu Stok Jumbo Beras Bulog

Sebarkan artikel ini
Bom Waktu Stok Jumbo Beras Bulog
Beras menumpuk di gudang Bulog/ dok.Editor Indonesia-HO Bulog
BOM WAKTU STOK JUMBO BERAS BULOG

Oleh: Khudori* 

Indonesia patut berbangga. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per 3 November 2025 mencatat produksi beras nasional menembus 34,77 juta ton, naik 13,54% dari tahun lalu. Capaian ini jarang terjadi, karena pertumbuhan produksi beras tahunan biasanya tak sampai 5%.

Dengan konsumsi nasional sekitar 30,9 juta ton, berarti Indonesia mencatat surplus 3,87 juta ton beras—tertinggi sejak 2019. Tak hanya itu, pemerintah tahun ini tidak menugaskan BULOG impor beras, sebuah langkah berani di tengah tekanan global.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman bahkan menyebut Indonesia kini telah swasembada beras, dengan 90% kebutuhan dipenuhi dari produksi domestik. Namun, di balik euforia itu, muncul tanda tanya besar: apakah stok jumbo beras BULOG benar-benar berkah, atau justru bom waktu?

Stok Melimpah, Risiko Menggunung

Per 4 November 2025, stok beras BULOG tercatat 3,916 juta ton. Dari jumlah itu, 3,752 juta ton adalah cadangan beras pemerintah (CBP), dan sisanya beras komersial. Angka ini mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah BULOG.

Namun, stok besar bukan tanpa risiko. Beras adalah komoditas mudah rusak dan menurun mutu. Idealnya hanya disimpan empat bulan. Faktanya, 79,39% stok BULOG sudah berumur lebih dari empat bulan.

Artinya, sebagian besar beras kini berada di ambang penurunan kualitas. Semakin lama disimpan, biaya gudang membengkak, risiko susut meningkat, dan potensi kerugian ikut mengintai.

Penyaluran Seret, Gudang Kian Sesak

Penyaluran beras melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) hingga awal November baru 577 ribu ton, atau 38,49% dari target 1,5 juta ton. Jika kecepatan penyaluran tidak meningkat, hingga akhir tahun diperkirakan hanya 57% dari target tercapai.

Dengan tambahan bantuan pangan 366 ribu ton, stok akhir tahun diproyeksikan masih sekitar 3,29 juta ton. Ini berpotensi menjadi stok awal tahun 2026 terbesar sepanjang sejarah BULOG.

Masalahnya, di awal tahun depan—Januari hingga Februari 2026—Indonesia biasanya memasuki masa paceklik, sementara panen raya baru tiba di akhir Februari. Jika cuaca mendukung, produksi kemungkinan melimpah lagi. Maka, BULOG akan menghadapi dilema klasik: menyerap gabah untuk lindungi petani, atau menahan pembelian karena gudang penuh.

Swasembada di Ujung Tantangan

Secara teori, swasembada beras adalah kebanggaan nasional. Tapi dalam praktik, kelebihan produksi tanpa strategi penyaluran justru bisa menjadi bumerang.

Jika BULOG terus menumpuk beras tanpa distribusi cepat, kualitas beras terancam turun, biaya sewa gudang melonjak, dan ruang gerak keuangan kian sempit. Sebaliknya, jika penyerapan gabah dikurangi, harga di tingkat petani bisa anjlok.

Inilah paradoks swasembada: ketika sukses panen besar justru membuat negara kelimpungan mengelola surplusnya.

Butuh Eksekusi Cepat, Bukan Sekadar Data Indah

Pemerintah sebenarnya sudah menyiapkan solusi melalui Inpres No. 6 Tahun 2025 tentang Pengadaan dan Pengelolaan Gabah/Beras Dalam Negeri. Ada banyak kanal penyaluran beras: SPHP, bantuan pangan, program Makan Bergizi Gratis, CBP daerah, hingga bansos dan tanggap bencana.

Sayangnya, tanpa eksekusi cepat dan terkoordinasi, stok beras jumbo bisa benar-benar jadi bom waktu yang meledak—bukan dalam arti harfiah, tapi dalam bentuk kerugian finansial, penurunan mutu, dan inefisiensi sistem pangan nasional.

Langkah berani seperti ekspor terbatas atau peminjaman stok ke negara lain juga bisa menjadi opsi taktis, daripada membiarkan beras menua di gudang.

Swasembada beras adalah pencapaian penting, tapi bukan garis akhir. Tantangan berikutnya adalah bagaimana menjaga agar surplus tidak berubah jadi surplus masalah.

Jika stok beras tak segera dikelola dengan cermat, euforia panen raya bisa berubah menjadi ironi: negeri lumbung padi yang tersandera oleh stoknya sendiri.

Waktu yang tersisa menuju akhir tahun 2025 semakin pendek. Koridor waktu yang kian sempit ini akan membatasi peluang-peluang yang bisa dipilih sebagai jalan keluar. Apapun keputusannya, semakin cepat semakin baik. Intinya, stok beras jumbo di gudang BULOG harus dikurangi. Tinggal sekitar 1,5 juta ton atau maksimal 2 juta ton. BULOG dan jajaran harus bersiap dengan skenario terburuk sembari berharap hal baik akan terjadi. Kalau ‘bom waktu’ stok beras jumbo meledak, sudah ada antisipasinya. (#)

*) Pengurus Pusat PERHEPI, Anggota Komite Ketahanan Pangan INKINDO, serta Pegiat Komite Pendayagunaan Pertanian dan AEPI