Opini

Bulog Terancam Rugi Besar: Stok Melimpah, Penyaluran Seret

×

Bulog Terancam Rugi Besar: Stok Melimpah, Penyaluran Seret

Sebarkan artikel ini
Bulog Terancam Rugi Besar: Stok Melimpah, Penyaluran Seret
dok.Editor Indonesia/HO-Bulog
Bulog Terancam Rugi Besar: Stok Melimpah, Penyaluran Seret

Oleh: Muhamad Fauzi*

Sebagai wartawan yang pernah meliput Perum Bulog sejak era Dirut Widjanarko Puspoyo hingga Budi Waseso (Buwas), saya merasa cemas melihat kondisinya saat ini. Serapan beras/gabah petani memang tinggi, tetapi minimnya distribusi justru menyeret Bulog ke tepi kerugian besar.

Langkah Bulog menyerap beras/gabah petani secara masif patut diapresiasi. Ini adalah upaya nyata menjaga harga di tingkat petani. Namun ironisnya, penyaluran hasil serapan justru berjalan sangat lambat. Bisa dikatakan, hingga saat ini belum terlihat distribusi yang signifikan. Misalnya, belum jelas seberapa besar stok beras yang telah disalurkan hingga Mei 2025, termasuk untuk program bantuan pangan bagi masyarakat kurang mampu.

Memang pemerintah telah menetapkan penyaluran bantuan pangan pada 2025 selama enam bulan, dengan target 160 ribu ton per tahap. Total penyaluran direncanakan mencapai 960 ribu ton. Dua tahap penyaluran pada Januari–Februari katanya telah berlangsung, namun empat tahap lainnya belum memiliki kejelasan jadwal. Adapun penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) juga hanya berlangsung di sejumlah daerah tertentu.

Masalah utama bukan pada serapan, melainkan distribusi. Stok besar tanpa saluran distribusi menimbulkan dua beban berat bagi Bulog: biaya penyimpanan dan risiko penurunan mutu.

Di iklim tropis, beras sangat rentan rusak—berjamur, berbau, bahkan diserang hama. Umur simpan optimalnya sekitar empat bulan di gudang. Jika kualitas turun, Bulog tak bisa menjualnya sebagai beras konsumsi dan harus melepas dengan harga rendah, bahkan membuangnya. Ini berujung pada kerugian nyata dalam neraca keuangan.

Yang lebih memprihatinkan, upaya serapan besar-besaran ini sebetulnya bisa direm atau dievaluasi secara internal. Namun nyaris tak terdengar kritik dari dalam. Budaya organisasi yang kaku, ditambah loyalitas berlebihan terhadap atasan, membuat banyak pihak di dalam Bulog memilih diam. Idealnya, Serikat Karyawan Perum Bulog bisa menjadi penyeimbang kebijakan. Namun hingga kini, sikap kritis itu belum tampak.

Lebih buruk lagi, dana negara yang digunakan untuk menyerap gabah mengendap dalam bentuk stok yang nilainya terus merosot. Tanpa penyaluran, Bulog tidak memperoleh pemasukan, arus kas terganggu, dan dalam skenario terburuk, perusahaan bisa mencatat kerugian operasional besar. Sumber internal bahkan menyebutkan bahwa potensi kerugian Bulog dapat mencapai Rp2 triliun hingga Mei 2025 jika situasi tidak segera berubah.

Jika pola ini terus berulang—penyerapan tinggi tanpa strategi distribusi yang efektif—bukan mustahil Bulog menghadapi ancaman kebangkrutan teknis. Meski secara politis akan terus disokong APBN, perlu diingat bahwa dana yang digunakan Bulog bersumber dari perbankan, dengan bunga komersial. Maka pertanyaannya: sampai kapan negara harus menalangi inefisiensi?

Penyimpanan Gabah, Solusi Strategis untuk Bulog?

Salah satu solusi yang layak dipertimbangkan adalah mengubah pendekatan penyimpanan: dari beras ke gabah.

Bulog Terancam Rugi Besar: Stok Melimpah, Penyaluran Seret

Gabah memiliki keunggulan umur simpan yang lebih panjang, lebih tahan terhadap kerusakan, dan biaya penyimpanan yang lebih rendah. Dengan menyimpan gabah, Bulog dapat menggiling sesuai kebutuhan pasar dan menjaga kualitas beras tetap optimal saat distribusi dilakukan.

Bulog Terancam Rugi Besar: Stok Melimpah, Penyaluran Seret

Namun strategi ini memerlukan prasyarat penting: infrastruktur pengeringan, gudang berstandar, serta akses ke rice mill modern. Tanpa hal itu, menyimpan gabah pun tetap menyimpan risiko. Apakah infrastruktur ini sudah memadai di Bulog? Saya meragukannya. Tapi jika dilakukan dengan benar, penghematan dan efisiensi besar dapat dicapai, sekaligus menghindari kerugian akibat beras rusak.

Saatnya Evaluasi Menyeluruh

Pemerintah perlu segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola cadangan pangan nasional, khususnya menyangkut peran dan strategi Bulog. Fungsi lembaga ini bukan sekadar menyerap gabah sebanyak mungkin, melainkan memastikan agar stok benar-benar bermanfaat bagi publik—melalui penyaluran yang lancar, tepat sasaran, dan efisien.

Bulog Terancam Rugi Besar: Stok Melimpah, Penyaluran Seret

Ketahanan pangan tidak dibangun dari gudang yang penuh, tetapi dari rantai pasok yang sehat dan hidup. Jika tidak segera dibenahi, tumpukan beras hari ini bisa menjadi simbol kegagalan manajemen pangan negara.

Bulog Terancam Rugi Besar: Stok Melimpah, Penyaluran Seret

Kebijakan pangan seharusnya menyejahterakan semua pihak. Petani sejahtera karena harga dan pasarnya terjamin melalui Bulog. Karyawan Bulog pun sejahtera karena distribusi berjalan dan keuntungan perusahaan terjaga. Sementara masyarakat penerima manfaat berhak mendapat beras berkualitas—bukan yang terlalu lama disimpan.

Bulog Terancam Rugi Besar: Stok Melimpah, Penyaluran Seret

Mari kita cari solusi yang tidak menempatkan satu pihak sebagai korban. Perlindungan terhadap 20 juta petani penting, namun keberlangsungan Bulog dan nasib 5.000 karyawannya juga tak kalah krusial. Terlebih jika stok terus menumpuk dan pembiayaan telah mencapai batas maksimal. Bulog adalah pilar ketahanan pangan negeri ini. Jangan biarkan ia rapuh oleh salah urus yang tak kunjung dibenahi. Buang pencitraan dan mari jujur kepada nurani.

*) Wartawan editorindonesia.com