Editor Indonesia, Ternate – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, menuding adanya indikasi persekongkolan dalam upaya melanjutkan aktivitas tambang nikel oleh PT Gema Kreasi Perdana (GKP), anak usaha Harita Group, di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Hal ini menyusul surat Kepala Biro Hukum Setjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Supardi SH MH, yang diduga mengabaikan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Dalam pernyataannya yang dikutip Senin (21/4/2025) di Pantai Tolire, Ternate, Maluku Utara, Yusri menyatakan bahwa surat Supardi tertanggal 6 Desember 2024 kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sultra patut diduga sebagai bentuk persekongkolan jahat yang melawan hukum.
“Sudah ada putusan Mahkamah Agung (MA) pada 7 Oktober 2024 yang membatalkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) seluas 707,10 hektare milik PT GKP. Selain itu, dua putusan MA lainnya — Perkara Nomor 57 P/HUM/2022 dan 14 P/HUM/2023 — juga membatalkan alokasi ruang tambang dalam Perda RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep),” ungkap Yusri dengan nada heran.
Tak hanya itu, Mahkamah Konstitusi (MK) juga menolak gugatan uji materi PT GKP terhadap Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) pada 21 Maret 2024. Putusan ini menegaskan bahwa pulau kecil seperti Wawonii tidak boleh dijadikan lokasi pertambangan.
Pembangkangan terhadap Hukum
Yusri menilai aktivitas PT GKP di Pulau Wawonii setelah putusan-putusan hukum tersebut sebagai bentuk pembangkangan. Terlebih, Kepala Dinas Kehutanan Sultra, MS Dharma Prayudi, dalam suratnya tertanggal 15 November 2024, telah menyampaikan bahwa sesuai Pasal 106 ayat 1 huruf c PP Nomor 23 Tahun 2021, IPPKH harus dicabut jika dibatalkan oleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
“Namun anehnya, Supardi justru menyatakan PT GKP masih memiliki hak menjalankan aktivitasnya. Ini sangat janggal dan harus diperiksa aparat penegak hukum,” tegas Yusri.
Ia menambahkan, seharusnya Supardi memberikan masukan kepada Menteri Kehutanan agar segera mencabut IPPKH PT GKP, bukan malah mendukung aktivitas perusahaan yang sedang mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
“Upaya PK ini justru kami duga sebagai siasat PT GKP untuk mengulur waktu. Faktanya, sejak putusan inkrah hingga 18 April 2025, sudah ada 114 ponton mengangkut bijih nikel dari Pulau Wawonii,” kata Yusri.
Desak RKAB PT GKP Dicabut
Yusri juga menyoroti Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT GKP. Menurutnya, RKAB seharusnya otomatis batal jika IPPKH dibatalkan.
“Salah satu syarat RKAB adalah adanya IPPKH yang sah. Kalau IPPKH-nya dibatalkan, RKAB juga harus dicabut. Dirjen Minerba Kementerian ESDM wajib evaluasi dan batalkan RKAB PT GKP,” ujarnya.
Yusri pun mempertanyakan keseriusan pemerintah pusat menegakkan hukum dan instruksi Presiden Prabowo Subianto dalam melindungi lingkungan dan sumber daya nasional.
“Kalau ini dibiarkan, masyarakat bisa menganggap negara berpihak pada pelanggar hukum. Atau, jangan-jangan memang ada pejabat pusat yang ingin abaikan perintah Presiden Prabowo?” pungkasnya.
Yusri juga mengingatkan agar pemerintah tidak memberikan perlakuan istimewa kepada perusahaan tambang tertentu, apalagi jika sudah jelas-jelas melanggar hukum. “Sementara usaha kecil saja bisa langsung ditindak kalau melanggar sedikit aturan,” tambahnya. (Har)
Baca Juga: PT GKP Tegaskan Legalitas Operasi Tambang: Seluruh Izin Masih Aktif dan Sesuai Regulasi












