Nasional

CERI Kritik Dirut Pertamina Simon Mantiri: Jangan Permalukan Presiden Prabowo

×

CERI Kritik Dirut Pertamina Simon Mantiri: Jangan Permalukan Presiden Prabowo

Sebarkan artikel ini
CERI Kritik Dirut Pertamina Simon Mantiri: Jangan Permalukan Presiden Prabowo
Dirut Pertamina Simon Mantiri/dok.ist
CERI Kritik Dirut Pertamina Simon Mantiri: Jangan Permalukan Presiden Prabowo

Editor Indonesia, Jakarta – Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri diingatkan agar berhati-hati saat berbicara ke publik, khususnya di hadapan DPR, karena berpotensi mencoreng nama Presiden Prabowo Subianto.

Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, menanggapi pernyataan Simon dalam RDP Komisi VI DPR RI pada Kamis (11/9/2025). Simon menyebut salah satu alasan penggabungan tiga subholding Pertamina di hilir adalah penurunan laba akibat kondisi global.

“Pernyataan Simon salah total. Presiden menugaskan Anda membenahi Pertamina yang terlanjur rusak, warisan pemerintahan Jokowi. Faktanya, Pertamina justru dijarah,” ujar Yusri di Jakarta, Selasa (16/9/2025).

Penolakan Sejak Awal

Yusri mengingatkan, sejak awal pembentukan holding dan subholding Pertamina oleh Menteri BUMN Erick Thohir pada 2020 sudah ditolak keras oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB). Penolakan itu bahkan disertai gugatan ke PN Jakarta Pusat pada 20 Juli 2020.

Pada 16 Agustus 2021, FSPPB bersama Serikat Pekerja PLN juga menyampaikan penolakan pembentukan holding–subholding Pertamina dan PLN kepada Presiden Joko Widodo.

CERI Kritik Dirut Pertamina Simon Mantiri: Jangan Permalukan Presiden Prabowo

“Alasan penolakan mulai dari ketidakefisienan, duplikasi fungsi, transfer pricing, hingga potensi hilangnya kedaulatan energi sesuai Pasal 33 UUD 1945. Tapi semuanya diabaikan pemerintah kala itu,” ungkap Yusri.

Menurut Yusri, pekerja berharap proses bisnis Pertamina bisa terintegrasi dari hulu ke hilir secara transparan, akuntabel, dan efisien dalam kerangka One Pertamina. Namun, pemerintah lebih mempercayai jajaran direksi bergaya elitis daripada suara pekerja yang memahami kondisi nyata lapangan.

Dugaan Korupsi Sistemik

Yusri menilai struktur organisasi yang dibongkar pasang sejak era Menteri BUMN Rini Soemarno hingga Erick Thohir hanya membuang uang negara. Biaya konsultan asing, restrukturisasi, hingga pembubaran subholding diduga mencapai ratusan miliar hingga triliunan rupiah.

Ia menambahkan, lemahnya pengawasan DPR dan komisaris membuat kasus korupsi sistemik di Pertamina membesar.

“Fakta menunjukkan tata kelola pengadaan minyak mentah dan BBM periode 2018–2023 merugikan negara Rp285 triliun, bahkan bisa mencapai Rp1.000 triliun jika dihitung sejak 2014–2024. Kasus ini sedang ditangani Kejagung dengan menetapkan 18 tersangka, termasuk ‘mister gasoline’ Reza Chalid,” jelas Yusri.

Selain itu, audit BPK juga menemukan dugaan penyalahgunaan fasilitas solar industri murah oleh kelompok Adaro yang merugikan negara triliunan rupiah.

Desakan CERI

CERI mendesak KPK mensupervisi Kejagung agar tidak terjadi praktik tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi Pertamina.

“Jika terbukti ada tebang pilih, tidak tertutup kemungkinan kami akan praperadilan Kejagung,” tegas Yusri.

CERI juga menyoroti kasus-kasus lain, seperti:

  • Dugaan Korupsi katalis di kilang Pertamina.
  • Dugaan Korupsi di Subholding Gas PT PGN Tbk.
  • Digitalisasi SPBU di Pertamina Patra Niaga,
  • Dugaan korupsi pembelian tanah di Rasuna Said, Jakarta.
  • Masalah pipa minyak Blok Rokan senilai USD 300 juta.
  • Dugaan mega korupsi di Pertamina International Shipping dengan kontrak ratusan kapal tanker.

Lebih jauh, Yusri meminta Presiden Prabowo mencopot CEO Danantara, Rosan, yang diduga tersangkut kasus korupsi PT Asabri melalui anak usaha PT Recapital Asset Management.

“Jika Rosan tidak segera dicopot, bagaimana publik bisa percaya Danantara mampu membereskan Pertamina?” pungkas Yusri. (Her)