Opini

Cukup Jadi Budak Oligarki! Saatnya Rakyat Rebut Kembali Ekonomi Indonesia

×

Cukup Jadi Budak Oligarki! Saatnya Rakyat Rebut Kembali Ekonomi Indonesia

Sebarkan artikel ini
Cukup Jadi Budak Oligarki! Saatnya Rakyat Rebut Kembali Ekonomi Indonesia
Suroto/dok.Editor Indonesia
Manifesto ekonomi rakyat Saatnya Rakyat Rebut Kembali Ekonomi Indonesia

“Cukup sudah kita dipermainkan. Saatnya rakyat mengambil kembali haknya atas kekayaan negeri ini!”

Oleh: Suroto*

Kongkalikong antara elit politik dan elit kaya telah menjadikan kemiskinan dan ketimpangan sebagai wajah sehari-hari negeri ini. Data jelas berbicara: Rasio Gini Kekayaan Indonesia pada 2023 mencapai 0,77 – angka yang memalukan bagi negara yang konon “berdaulat”. Empat keluarga konglomerat menguasai kekayaan setara dengan 100 juta rakyat miskin. Sementara itu, 16,2 juta warga Indonesia tidur dengan perut kosong (FAO, 2023).

Kita sudah terlalu lama dibohongi dengan ilusi bansos, subsidi, dan kredit murahan. Semua itu bukan solusi, melainkan jerat ketergantungan. Kemiskinan kita adalah kemiskinan struktural. Sistem ekonomi yang berlaku telah gagal menciptakan kesempatan adil bagi rakyat untuk mengkreasi pendapatan. Jika dibiarkan, kita hanya akan mewariskan kemiskinan baru bagi generasi berikutnya.

Hari ini kita katakan dengan lantang: Cukup!

Yang kita perlukan bukan tambal sulam kebijakan, tetapi REVOLUSI DAMAI DALAM SISTEM EKONOMI. Kita harus mendesain ulang tata ekonomi nasional sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33 – ekonomi dikelola untuk kemakmuran rakyat, bukan segelintir oligarki.

12 Tuntutan Perubahan Fundamental Ekonomi Indonesia

  1. Bagi Saham untuk Buruh
    Setiap perusahaan wajib membagikan minimal 20% saham kepada buruh agar mereka jadi pemilik, bukan sekadar pekerja.

  2. Batasi Jurang Gaji
    Terapkan rasio gaji tertinggi dan terendah maksimal 10:1. Tidak boleh ada bos bergaji miliaran sementara pekerja digaji sekadar bertahan hidup.

  3. Pajak Kekayaan (Wealth Tax)
    Kenakan pajak progresif atas kekayaan bersih di atas Rp1,5 miliar untuk mendanai layanan publik dan redistribusi ekonomi.

  4. Reforma Agraria Sejati
    Petani harus menjadi tuan di tanahnya sendiri, bukan buruh di lahan korporasi. Reforma agraria harus menyentuh tata kelola, bukan sekadar sertifikasi.

  5. Demokratisasi Ekonomi Lewat Koperasi
    Koperasi harus menjadi instrumen utama ekonomi rakyat. Bahkan BUMN dan BUMD bisa dikoperasikan agar hasil usaha negara benar-benar kembali ke rakyat.

  6. Pendapatan Dasar Warga Negara
    Terapkan Universal Basic Income sebagai jaring pengaman minimal setiap warga negara.

  7. Hentikan Subsidi dan Bansos Salah Arah
    Stop kebijakan yang hanya menguntungkan makelar program. Dana harus dialihkan untuk produktivitas rakyat.

  8. Substitusi Impor Pangan dengan Barang Modal
    Bangun industri pangan dan energi dalam negeri untuk mendukung kedaulatan nasional.

  9. Stop Utang Ugal-ugalan
    Cabut kebijakan utang luar negeri yang tidak produktif dan hanya membebani rakyat.

  10. Insentif Pajak untuk Usaha Mikro dan Kecil
    Berikan keringanan pajak, pembiayaan, dan perlindungan khusus bagi UMK sebagai tulang punggung ekonomi nasional.

  11. 50% Kredit Nasional untuk UMK
    Perbankan wajib mengalokasikan minimal 50% kredit untuk usaha mikro dan kecil, bukan hanya korporasi besar.

  12. UU Sistem Perekonomian Nasional
    Segera sahkan UU Sistem Perekonomian Nasional sebagai turunan langsung Pasal 33 UUD 1945.

Manifesto ekonomi rakyat Saatnya Rakyat Rebut Kembali Ekonomi Indonesia

Manifesto ini adalah panggilan.
Bukan untuk direnungkan, tetapi untuk diperjuangkan.

Perubahan tidak akan datang dari atas – dari meja rapat elit yang nyaman. Perubahan hanya akan lahir dari bawah, dari keberanian rakyat menuntut haknya. Ekonomi yang adil tidak akan hadir dengan sendirinya. Ia harus direbut, diorganisir, dan dijalankan oleh rakyat.

Indonesia tidak boleh terus menjadi surga konglomerat dan neraka rakyat jelata. Saatnya kita balikkan keadaan!

Maukah Anda menjadi bagian dari gerakan ini? Karena masa depan ekonomi Indonesia tidak akan berubah jika kita hanya menjadi penonton.

*) Suroto, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Stretegis (Akses)