Editor Indonesia, Banyuwangi – Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menegaskan kabar kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang beredar di masyarakat adalah tidak benar. Langkah ini juga untuk meredam potensi keresahan publik seperti yang terjadi di Pati, Jawa Tengah, buntut protes kenaikan PBB.
Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah Banyuwangi, Guntur Priambodo, memastikan tidak ada rencana menaikkan tarif PBB-P2 pada 2026.
“Kami pastikan tidak ada kenaikan tarif PBB-P2. Masyarakat jangan mudah terprovokasi kabar yang beredar,” kata Guntur Priambodo, menjawab wartawan terkait isu kenaikan tarif PBB, Rabu (13/8).
Guntur menegaskan Pemkab tidak pernah menyusun proyeksi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari kenaikan tarif PBB-P2, baik untuk tahun ini maupun proyeksi 2026.
Hal serupa disampaikan Ketua Gabungan Komisi II dan III DPRD Banyuwangi, Muhammad Ali Mahrus. Menurutnya, saat pembahasan perubahan Peraturan Daerah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Perda PDRD), tidak pernah ada usulan perubahan tarif PBB-P2 dari Pemkab.
“Tarifnya tetap seperti sebelumnya. Tidak ada kenaikan,” ujarnya.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Banyuwangi, Samsudin, menambahkan tidak ada pembahasan kenaikan tarif PBB-P2 baik di internal Pemkab maupun bersama DPRD.
“Penghitungan tarifnya tetap sama seperti sebelumnya,” katanya.
Samsudin menjelaskan, Kementerian Dalam Negeri memang merekomendasikan perubahan sistem dari multitarif menjadi single-tarif sebesar 0,3 persen untuk semua kategori Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Namun, Banyuwangi tetap menggunakan sistem multitarif seperti diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 2024:
NJOP sampai Rp1 miliar: 0,1% per tahun
NJOP Rp1–Rp5 miliar: 0,2% per tahun
NJOP di atas Rp5 miliar: 0,3% per tahun
“Tidak ada kenaikan dan tidak menyalahi aturan. Kemendagri memberi kewenangan kepala daerah untuk menetapkan tarif lebih rinci lewat peraturan bupati,” ucapnya dengan tegas. (Har)






