Ragam

Dewan Kesenian Kota Tegal Gelar Dzikir Kebudayaan

×

Dewan Kesenian Kota Tegal Gelar Dzikir Kebudayaan

Sebarkan artikel ini
Dewan Kesenian Kota Tegal Gelar Dzikir Kebudayaan
Ketua dewan Kesenian Tegal (DKT), Suriali Andi Kustomo sedang sambutan dalam azara Dzikir Kebudayaan./dok.Sup-editor indonesia

Editor Indonesia, Tegal – Dewan Kesenian Kota Tegal (DKT), Jawa Tengah, menggelar acara Dzikir Kebudayaan. Acara ini, masih terkait dengan rangkaian memeringati Tahun Baru Islam 1 Muharam 1446 Hijriah.

Dzikir Kebudayaaan ini, digelar di “Omah Wakaf” di kawasan Pasar Pagi Kota Tegal, pada Sabtu (13/7/2024) malam. Puluhan pegiat seni sekaligus budayawan larut dalam acara Dzikir Kebudayaan, yang juga diisi dengan pembacaan puisi serta orasi.

Dalam acara Dzikir Kebudayaan dan sekaligus doa bersama budaya yang dipimpin Pambudi ini, sejumlah nama seniman dan buidayawan Tegal yang sudah meninggal dunia disebut, yang maksudnya mengirim doa bagi mereka.

Seperti, sasterawan legendaris Tegal, SN Ratmana yang dikenal dengan sebutan Piek Haryono, Dalang Mbeling, Ki Enthus Susmono, Dalang Wayang Rumput, Slamet Gundono, pemain teater Slamet–untuk menyebut nama.

Seusai dzikir bersama acara dilakukan dengan sambutan dan orasi, oleh Ketua Dewan Kesenian Kota Tegal, Suriali Andi Kustomo, dan orasi oleh Yono daryono, seniman yang juga mantan jurnalis tv swasta. Sedangkan pembacaan puisi oleh Apito Lahire.

Ketua Dewan Kesenian Kota Tegal, Suriali Andi Kustomo, menyampaikan, Dzikir bersama digelar untuk mengenang para seniman dan budayawan yang sudah meninggal dunia. Mereka dinilai merupakan orang-orang yang sudah berjasa dalam perkembangan seni dan budaya di Kota Tegal dan sekitarnya.

“Ini merupakan bentuk penghargaan kami kepada mereka yang sekarang sudah di alam baka. Tentu saja, kita berdoa bagi mereka agar di alam fana sana mendapat tempat di sisi-Nya,” ucap Andi Kustomo.

Andi Kustomo meyebut, jika Dzikir Kebudayaan yang digelar tidak sekadar mengenang para pegiat seni maupun budayawan Kota Tegal yang sudah meninggal dunia, tapi sekaligus sebagai refleksi bagi para seniman dan budayawan yang masih hidup.

“Refeksi untuk kita bisa mencontoh sekaligus meneruskan apa-apa yang pernah dilakukan mereka semasa masih hidup. Termasuk juga teladan bagi kalangan milenial bukan saja yang senior,” pungkasnya. (SUP/A-1)