Editor Indonesia, Jakarta — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi menyetujui permintaan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong. Persetujuan ini diberikan setelah DPR menerima Surat Presiden (Surpres) Nomor R43/Pres tertanggal 30 Juli 2025.
“DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden tentang permintaan pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong,” ujar Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (31/7/2025).
Apa Itu Abolisi?
Abolisi adalah tindakan penghapusan atau peniadaan proses hukum atas suatu peristiwa pidana yang telah atau sedang berlangsung. Secara konstitusional, abolisi merupakan salah satu hak prerogatif Presiden, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan:
“Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
Selain diatur dalam UUD 1945, ketentuan teknis mengenai abolisi juga tertuang dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi.
Berbeda dengan grasi yang menghapus atau meringankan hukuman terhadap narapidana, abolisi menghentikan proses hukum sebelum adanya putusan hukum tetap (inkrah), biasanya dalam konteks rehabilitasi atau koreksi kebijakan pidana.
Kasus Hukum Tom Lembong
Pada Jumat, 18 Juli 2025, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan hukuman 4 tahun 6 bulan penjara kepada Tom Lembong. Ia dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi impor gula yang terjadi saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada 2015–2016.
Selain hukuman penjara, Tom juga dijatuhi denda Rp750 juta, dengan subsider 6 bulan kurungan jika tidak dibayarkan.
“Menyatakan Terdakwa Tom Lembong telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ujar Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika saat membacakan amar putusan.

Kerugian Negara dan Unsur Penyimpangan
Majelis hakim menyebut tindakan Tom menimbulkan kerugian negara sebesar Rp194,72 miliar. Ia dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tom diketahui menerbitkan surat persetujuan impor gula kristal mentah kepada 10 perusahaan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan tanpa koordinasi antarkementerian. Padahal, perusahaan-perusahaan tersebut tidak berizin untuk mengolah gula mentah menjadi gula kristal putih, karena hanya terdaftar sebagai produsen gula rafinasi.
Lebih jauh, Tom juga tidak melibatkan BUMN untuk pengendalian harga dan distribusi gula. Sebagai gantinya, ia menunjuk sejumlah koperasi, seperti: Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara RI (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian RI (Puskopol), Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri
Putusan terhadap Tom Lembong menuai kontroversi. Ia dikenal sebagai tokoh reformis dan profesional yang lama berkiprah di sektor keuangan dan investasi. Sejumlah kalangan menilai kasus ini sarat muatan politis. Apalagi sejumlah kesaksian di persidangan diabaikan Mejelis Hakim. (Har)
Baca Juga: Vonis Tom Lembong dan Keresahan Gen Z: Antara Hukum, Politik, dan Masa Depan Demokrasi












