Iklan SMPB
Jabodetabek

DPRD DKI Jangan Tutup Mata di Proyek RDF Rorotan yang Bermasalah

×

DPRD DKI Jangan Tutup Mata di Proyek RDF Rorotan yang Bermasalah

Sebarkan artikel ini
DPRD DKI Jangan Tutup Mata di Proyek RDF Rorotan yang Bermasalah
Proyek RDF Rorotan sarat masalah, DPRD DKI Jangan tutup mata/dok.Editor Indonesia/HO-Sgy
DPRD DKI Jangan Tutup Mata di Proyek RDF Rorotan yang Bermasalah

Editor Indonesia, Jakarta – Pengamat kebijakan publik Sugiyanto Emik mendesak DPRD DKI Jakarta segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengawasi proyek Refuse-Derived Fuel (RDF) Plant Rorotan. Desakan ini muncul karena fasilitas pengolah sampah yang dibiayai APBD lebih dari Rp1,2 triliun itu belum beroperasi penuh.

Menurut Sugiyanto, proyek yang seharusnya tuntas akhir 2024 tersebut masih berstatus uji coba atau commissioning hingga kini. Ia menilai kondisi ini janggal mengingat seluruh nilai kontrak telah dibayarkan meskipun pekerjaan belum selesai.

“Publik wajar bertanya mengapa proyek yang sudah dibayar lunas belum juga beroperasi dan justru mengajukan tambahan anggaran,” ujar Sugiyanto, Senin (27/10).

Target Selesai Meleset, Keluhan Warga Muncul

RDF Plant Rorotan dibangun di atas lahan 7,87 hektare milik Pemprov DKI dengan kapasitas desain 2.500 ton sampah per hari dan potensi produksi 875 ton bahan bakar RDF. Proyek ini dilaksanakan melalui KSO WJK berdasarkan Kontrak Nomor 2101/PPK-MAF/PN/01.02 tanggal 26 Maret 2024 senilai Rp1,28 triliun dengan skema design and build.

Pembangunan ditargetkan rampung pada 31 Desember 2024. Namun hingga Oktober 2025 masih dilakukan uji coba lanjutan yang menimbulkan keluhan bau serta potensi pencemaran lingkungan di sekitar Rorotan.

“Keterlambatan memunculkan lima addendum kontrak dan batas akhir pekerjaan digeser menjadi 31 Desember 2025. Ini menimbulkan dugaan proyek sebenarnya bersifat multi years, tetapi tidak ditetapkan sejak awal,” tegas Sugiyanto.

Baca Juga: Fokus Kesehatan Warga: RDF Rorotan Baru Beroperasi Jika Sudah Sempurna

Sudah Dibayar 100 Persen, Masih Ajukan Tambahan Anggaran

Sugiyanto juga mempersoalkan pengajuan tambahan anggaran melalui Belanja Tak Terduga (BTT) APBD 2025 untuk pengadaan Wet Electrostatic Precipitator (Wet ESP) dan perangkat pendukung.

“Bagaimana mungkin proyek yang sudah dibayar 100 persen pada 2024 masih minta anggaran tambahan pada 2025,” katanya.

Selain itu, ia menyoroti dugaan tidak adanya perpanjangan jaminan pelaksanaan senilai Rp64,22 miliar selama masa perpanjangan waktu pekerjaan.

“Jika jaminan tidak aktif, proyek tidak terlindungi dari risiko biaya, mutu, dan waktu. Pelaksana juga seharusnya terkena denda keterlambatan,” tambahnya.

Kebijakan Berubah di Tengah Jalan

Pada masa kepemimpinan Heru Budi Hartono, Pemprov DKI mengalihkan prioritas pengelolaan sampah dari PLTSa ITF Sunter yang berstatus Proyek Strategis Nasional (PSN) ke RDF Rorotan. Sugiyanto menilai langkah ini perlu diaudit karena berpotensi bertentangan dengan strategi nasional.

Ia menyebut ada sejumlah aturan yang patut diperhatikan dalam penelusuran lebih lanjut, seperti:

• Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta perubahannya
• SE Sekda DKI Nomor 33 Tahun 2024 mengenai pembayaran pekerjaan belum selesai di akhir tahun anggaran
• Ketentuan pencegahan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)

DPRD DKI Diminta Responsif

Sugiyanto menegaskan DPRD DKI Jakarta memiliki peran penting mengawasi penggunaan anggaran publik dalam proyek bernilai besar tersebut.

“Jika DPRD tidak responsif, publik bisa menduga ada keanehan baru. Pansus RDF penting untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas,” ujarnya.

Ia menambahkan, masyarakat kini menanti realisasi janji Pemprov bahwa RDF Rorotan dapat beroperasi penuh pada November 2025. (Sar)

Baca juga: Pengelolaan Sampah di RDF Plant Rorotan Dihentikan, Warga Keluhkan Bau dan Asap