Editor Indonesia, Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero). Dalam penyidikan terbaru, KPK memeriksa sejumlah saksi terkait pembelian LNG dari Amerika Serikat (USA) yang diduga dilakukan tanpa kajian harga yang memadai.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyebut salah satu saksi yang diperiksa berinisial AS. Ia diminta menjelaskan detail pembelian LNG impor tersebut.
“Saksi AS didalami terkait belum adanya kajian harga saat pembelian LNG impor USA,” ujar Tessa di Jakarta, Sabtu (11/1/2025).
Tessa enggan merinci identitas lengkap AS. Namun, informasi yang beredar menyebutkan bahwa AS adalah Aji Saputra, mantan Analis Direktorat DIMR. Selain AS, saksi lain berinisial HK juga diperiksa untuk mengklarifikasi proses pengadaan proyek tersebut.
“Saksi HK didalami terkait proses pengadaan LNG impor (dari) USA,” tambah Tessa.
Kronologi Kasus Dugaan Korupsi LNG di Pertamina
1. 2011-2021: Dugaan tindak pidana korupsi terjadi selama periode ini. KPK mencatat adanya pengadaan LNG di PT Pertamina (Persero) yang tidak disertai kajian harga memadai, sehingga berpotensi merugikan negara.
2. Vonis Karen Agustiawan: Kasus ini mencuat ke perhatian publik setelah mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, divonis bersalah atas pengadaan LNG yang merugikan negara. Vonis ini menjadi titik awal pengembangan penyelidikan lebih lanjut oleh KPK.
3. 2 Juli 2024: KPK secara resmi mengumumkan pengembangan kasus dugaan korupsi LNG di PT Pertamina (Persero). Dalam pengumuman ini, KPK menyebut kerugian negara yang ditimbulkan mencapai USD 113.839.186 atau sekitar Rp1,7 triliun.
4. 2024-2025: KPK memeriksa sejumlah saksi, termasuk AS dan HK, untuk mendalami pengadaan LNG yang dilakukan dari USA. Dugaan kuat muncul bahwa proses pengadaan tersebut tidak melalui mekanisme kajian harga yang sesuai.
5. Penetapan Tersangka: KPK menetapkan dua tersangka dalam kasus ini, yaitu HK dan YA. Meski identitas lengkap keduanya belum diungkapkan, KPK memastikan bahwa penyidikan akan terus berjalan.
6. Januari 2025: KPK memanggil saksi tambahan untuk memperjelas alur pengadaan LNG dari USA. Fokus utama adalah membuktikan dugaan tidak adanya kajian harga dan mekanisme pengadaan yang melanggar aturan.
Kerugian Negara Mencapai Ratusan Juta Dolar
Kasus ini menjadi perhatian publik setelah KPK mengumumkan pengembangan penyidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan LNG di PT Pertamina pada periode 2011 hingga 2021. Menurut KPK, perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar USD 113.839.186 atau sekitar Rp1,7 triliun (kurs Rp15.000/USD).
Dalam pengembangan kasus ini, KPK telah menetapkan dua tersangka berinisial HK dan YA. Namun, identitas lengkap mereka masih dirahasiakan oleh penyidik.
Latar Belakang Kasus
Pengadaan LNG di PT Pertamina sebelumnya menjadi sorotan setelah mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, divonis bersalah atas kasus serupa. Karen dinyatakan bersalah karena terlibat dalam pengadaan LNG yang merugikan negara.
KPK menyatakan bahwa modus operandi dalam kasus ini melibatkan pengambilan keputusan tanpa melalui proses kajian harga yang sesuai prosedur. Hal ini berpotensi menyebabkan harga LNG impor lebih mahal dibandingkan dengan harga pasar internasional.
Langkah KPK Selanjutnya
KPK menegaskan bahwa penyidikan akan terus berjalan untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dalam kasus ini.
“Pada saat ini KPK sedang melakukan pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan LNG di PT Pertamina (Persero),” jelas Tessa.
Pengadaan LNG adalah salah satu proyek strategis yang berdampak besar terhadap sektor energi nasional. Oleh karena itu, transparansi dan akuntabilitas dalam prosesnya menjadi kunci utama.
Pentingnya Kajian Harga dalam Pengadaan
Pengadaan LNG tanpa kajian harga yang memadai dapat berdampak buruk pada keuangan negara dan mengganggu stabilitas ekonomi. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya tata kelola yang baik dan transparan di perusahaan negara, terutama dalam proyek bernilai besar seperti ini.
KPK diharapkan segera menyelesaikan kasus ini untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pengelolaan BUMN. Masyarakat juga berharap agar para pelaku yang terbukti bersalah mendapatkan hukuman setimpal. (Her)