Editor Indonesia, Kendari – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia resmi menghentikan sementara aktivitas 28 perusahaan tambang di Sulawesi Tenggara. Langkah ini tertuang dalam surat bernomor T-1238/MB.07/DJB.T/2025 tertanggal 5 Agustus 2025, yang ditandatangani Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Tri Winarno, atas nama Menteri ESDM.
Dalam surat tersebut, pemerintah menegaskan bahwa penghentian sementara ini diberlakukan sebagai sanksi atas pelanggaran aturan pertambangan yang dilakukan perusahaan-perusahaan terkait. Dari daftar, mayoritas adalah perusahaan tambang mineral dan nikel, ditambah tiga perusahaan tambang aspal yang beroperasi di Sulawesi Tenggara.
Beberapa perusahaan yang disanksi antara lain:
- PT Bumi Raya Makmur Mandiri Mineral
- PT Dharma Bumi Kendari Mineral
- PT Geomineral Inti Perkasa Mineral
- PT Wijaya Nikel Nusantara Mineral
- PT Bumi Indonesia Bercahaya Mineral
- PT Mineral Sukses Makmur Mineral
- PT Aspal Buton Nasional Aspal
- PT Expertindo Solusi Pratama Aspal
- PT Summitama Intinusa Aspal
Total, ada 28 perusahaan tambang yang masuk dalam daftar penghentian sementara tersebut.
DPRD Konawe Kepulauan Soroti Mafia Tambang

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPRD Konawe Kepulauan, Sahidin, mengungkapkan kekecewaannya terhadap lemahnya penegakan hukum di sektor pertambangan Sulawesi Tenggara. Menurutnya, masih ada puluhan perusahaan ilegal yang hingga kini bebas beroperasi tanpa tersentuh hukum.
“Terdapat 27 perusahaan tambang ilegal yang tidak pernah dijamah penegak hukum hingga hari ini, tepatnya 28 September 2025. Ini luar biasa, kekayaan Provinsi Sulawesi Tenggara terus dikuras oleh pemodal hitam,” ucap Sahidin tegas menjawab editorindonesia.com.
Ia bahkan menyebut Sulawesi Tenggara saat ini menjadi “surga bagi mafia tambang” yang diduga dilindungi oleh oknum aparat penegak hukum, sebagian anggota DPRD, hingga pemegang kebijakan.
“Kalau di Sultra, ini sudah seperti tempat berternaknya bandit-bandit pengkhianat bangsa yang dibekingi oknum aparat dan elit politik. Pertanyaan besarnya: ke mana saja pemerintah daerah dan aparat kita?” tambahnya.
Desakan Transparansi dan Penertiban
Sahidin meminta pemerintah pusat maupun daerah tidak hanya berhenti pada penghentian sementara, melainkan melakukan audit menyeluruh terhadap perizinan tambang di Sulawesi Tenggara. Ia juga mendesak aparat penegak hukum bertindak tegas terhadap perusahaan ilegal yang merugikan negara sekaligus merusak lingkungan.
“Kalau tidak ada langkah serius, penghentian sementara ini hanya jadi formalitas. Sementara di lapangan, praktik perampokan sumber daya kita tetap berjalan,” pungkasnya. (Her)












