Editor Indonesia, Jakarta – Bulan Mei dan Juni 2025 menjadi puncak musim libur panjang, berkat serangkaian cuti bersama yang hampir hadir setiap dua pekan sekali. Kesempatan ini kami manfaatkan untuk anjangsana sekaligus bersilaturahmi ke sejumlah sahabat lama—kawan seperjuangan yang dulu aktif dan kini memasuki masa pensiun.
Kami percaya, silaturahmi bukan sekadar menjaga hubungan, tetapi juga membuka pintu keberkahan, termasuk kelancaran rezeki. Tentu, buah tangan sederhana selalu kami bawa sebagai pelengkap kunjungan.
Dari beberapa anjangsana itu, terselip banyak cerita. Beberapa di antaranya adalah curahan hati (curhat) yang justru membuat kami semakin bersyukur akan perjalanan hidup masing-masing.
Berikut ini kami rangkum sekelumit dari momen silaturahmi tersebut, —kisah-kisah yang bisa menjadi bahan renungan sekaligus pembelajaran:
Aku pria 55 tahun. Seorang ayah, suami, dan pekerja yang sudah melewati banyak musim dalam hidup. Kini, aku memasuki masa prapensiun—masa yang dulu kuanggap sebagai waktu tenang setelah bekerja keras puluhan tahun.
Tapi siapa sangka, ketenangan itu ternyata datang bersama rasa galau.
Ada kehampaan yang tak pernah kuperkirakan.
Rutinitas yang dulu akrab kini terasa hambar.
Bangun pagi tak lagi terasa penuh tujuan.
Hari-hari terasa lambat, datar, dan kadang membuatku bertanya, “Setelah ini, aku akan jadi siapa?”
Aku orang yang tertutup. Tidak mudah bagiku untuk berbagi, atau terlibat dalam banyak aktivitas sosial. Itulah yang membuat rasa sepi ini semakin nyata. Aku ingin berubah. Ingin merasakan kembali semangat hidup yang dulu ada. Tapi aku juga takut—takut tak diterima lingkungan, takut terlihat “aneh” karena mencoba hal-hal baru di usia seperti ini.
Namun satu hal aku sadari: rasa bosan, galau, dan bahkan takut itu bukanlah kelemahan. Itu justru pertanda bahwa ada ruang dalam diriku yang perlu diisi ulang. Bukan dengan ambisi besar, tapi dengan hal-hal kecil yang bermakna.Jadi aku mulai dari yang sederhana:
- Aku menata ulang pagi hariku. Kini aku berjalan kaki sambil mendengar podcast inspiratif, bukan sekadar rutinitas kosong.
- Aku mencoba menulis, meski awalnya hanya catatan pendek tentang apa yang kurasakan hari itu.
- Aku membeli tanaman kecil dan mulai merawatnya. Anehnya, melihat daun tumbuh pun bisa memberi rasa bahagia yang tak kuduga.
- Aku juga mulai mencari komunitas daring, tempat orang-orang seusia atau sepengalamanku saling berbagi cerita. Tak perlu banyak bicara. Cukup membaca cerita mereka saja kadang sudah membuatku merasa tidak sendiri.
Perlahan, aku belajar menerima bahwa perubahan tidak harus besar atau langsung. Cukup satu langkah kecil yang dilakukan terus-menerus. Dan dari langkah-langkah itu, aku mulai menemukan kembali semacam “nyala” dalam diriku.
Apakah masih ada rasa sepi? Tentu.
Apakah aku sudah berubah sepenuhnya? Belum.
Tapi kini aku tahu: hidup tidak berhenti di usia 55. Ia hanya membuka babak baru yang lebih jujur—tentang apa yang benar-benar penting, apa yang membuat hati ringan, dan apa yang membuat kita merasa hidup.
Untukmu yang sedang di fase yang sama, yang mungkin diam-diam merasa sepi, yang takut berubah karena merasa terlambat—kamu tidak sendiri. Kita mungkin tidak bisa kembali ke masa muda, tapi kita bisa belajar hidup muda: dengan semangat baru, ritme baru, dan makna baru.
Mari kita mulai. Sekecil apa pun. Karena dari satu langkah kecil, bisa tumbuh jalan panjang yang tak pernah kita bayangkan. (Nay)