Editor Indonesia, Semarang – Ibunda dokter ARL, Nuzmatun Malinah, mengungkapkan bahwa anaknya telah menyetor uang sebanyak Rp 225 juta selama menjalani proses PPDS. Iuran yang dibayarkan anaknya itu tak hanya pada diberikan pada semester 1 saja. Hal ini berbeda dengan keterangan Dekan FK Undip Yan Wisnu Prajoko yang mengatakan, iuran dibayarkan para mahasiswa baru saat semester 1.
Pihak keluarga melaporkan aliran dana sekitar Rp 225 juta dari rekening dokter ARL selama proses PPDS telah diserahkan ke Polda Jawa Tengah untuk menjadi barang bukti.
Sementara Nuzmatun mengatakan, iuran di luar biaya kuliah masih disetorkan setelah putrinya melewati semester 1 PPDS Anestesi Undip. Menurut Nuzmatun, putrinya dimintai iuran puluhan juta selama menjalani praktek di RSUP dr. Kariadi. Namun dia tidak menyebut rincian nominal karena semua bukti transaksi sudah diserahkan ke Polda Jateng.
“Terkait iuran, kami sudah ada datanya, sudah kami serahkan ke Polda. Berupa rekening koran. Mengalirnya dana dari saya selaku ibu mengirim ke almarhumah juga sudah saya sampaikan. Sudah saya laporkan,” kata Nuzmatun saat konferensi pers di hotel PO Semarang, Rabu (18/9/2024).
Ibunda ARL mengakui angka iuran pada semeseter 1 relatif besar karena diperuntukkan bagi para senior. Namun tarikan iuran itu terus berlanjut seteleh melewati semester 1.
“Uang untuk kebutuhan angkatan dan lainnya. Iya sebulan sekali. Yang semeter pertama itu (untuk) senior. Selebihnya untuk angkatan. Kalau yang besar itu semester satu. Di semester berikutnya masih ada,” tegas dia.
Bahkan beberapa hari sebelum ARL ditemukan meninggal, iuran itu masih dibayarkan.
“Terakhir membayar sampai terakhir, karena bulanan, Agustus itu masih,” unkap sang ibu.
Sementara itu pengacara keluarga korban, Misyal Ahmad menyebut, total yang dana yang tercatat dari ARL sekitar Rp 225 juta. Saat ini penggunaannya masih didalami kepolisian.
“Nilai uang itu Rp 225 juta tapi kita enggak tahu penggunannya ke mana saja, masih diperiksa oleh kepolisian melalui rekening koran. Besok ada keterangan tambahan di Polda,” kata Misyal.
Baca Juga: Menkes Budi Konfirmasi Ayah Korban Bullying PPDS Undip Meninggal Dunia
Sebelumnya, Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) Yan Wisnu Prajoko mengakui adanya perundungan atau bullying berupa iuran Rp 20 hingga Rp 40 juta per semester di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) prodi anastesi. Pungutan itu mewajibkan mahasiswa baru PPDS Undip membayar iuran makan selama 1 semester atau 6 bulan.
Yan Wisnu mengakui pungutan uang dari junior itu digunakan untuk kebutuhan mahasiswa baru dan para seniornya selama menjalani PPDS di RSUP dr Kariadi. Dia mengatakan ada sekitar 7 sampai belasan mahasiwa baru yang masuk di PPDS anestesi Undip setiap semester.
“Jadi kalau di anestesi l, di semester 1 mereka per bulan satu orang Rp 20-40 juta untuk 6 bulan pertama. Untuk gotong royong konsumsi, tapi nanti ketika semester 2, nanti gantian yang semester 1 terus begitu, jadi semester 2 tidak itu lagi,” ujar Yan Wisnu dalam jumpa pers di Undip, Jumat (13/9/2024).
Diberitakan, ARL merupakan mahasiswa PPDS prodi anestesi Universitas Diponegoro ditemukan meninggal pada Senin (12/8/2024) di kamar kosnya. Polisi masih mendalami dugaan adanya perundungan terhadap ARL. (Her)
Baca Juga: Kemenkes Ungkap Dokter Aulia Risma Diduga Dipalak Rp 40 Juta per Bulan oleh Oknum Senior








