Editor Indonesia, Jakarta – Industri jasa penunjang migas dalam negeri menghadapi ancaman kebangkrutan, menyusul banyaknya industri lain yang telah lebih dulu tumbang, seperti industri tekstil akibat derasnya arus impor, terutama dari China.
“Keluhan serupa banyak dilontarkan oleh pelaku industri jasa penunjang migas dan agennya, yang mengalami kesulitan memasok kebutuhan produk untuk proyek infrastruktur migas, baik di hulu maupun hilir, pada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) serta BUMN,” ungkap Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, kepada editorindonesia.com, Senin (13/1/2025).
Dominasi Impor dan Pelanggaran TKDN
Meskipun aturan mewajibkan penggunaan produk dalam negeri, produk lokal yang telah memiliki sertifikasi ISO dan tercantum dalam Approved Brand List (ABL) KKKS kerap diabaikan. Pejabat di Ditjen Migas, SKK Migas, dan Pertamina pun terkesan membiarkan pelanggaran kewajiban Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di proyek-proyek hulu migas.
Padahal, berbagai regulasi telah diterbitkan untuk memperkuat pemberdayaan produk dalam negeri, termasuk:
1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri.
3. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri.
4. Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2013 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri di Kegiatan Hulu Migas.
5. Kepmen ESDM Nomor 1953/K/06/MEM/2018 dan Pedoman Tata Kerja (PTK) lainnya.
Meski aturan telah jelas, implementasinya masih lemah. Hal ini terlihat dari sejumlah proyek seperti EPC South Sonoro KKKS JOB Pertamina Medco E&P Tomori di Sulawesi Tengah dan proyek Terminal Refrigerated LPG Tuban di Jawa Timur, yang tetap mengutamakan barang impor.
Surat dan Respons yang Tidak Memadai
Berdasarkan dokumen yang diterima, Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, mengungkapkan dugaan pelanggaran nyata terhadap kewajiban TKDN pada proyek-proyek tersebut. Bahkan, meskipun surat keberatan telah dilayangkan ke berbagai pihak terkait, termasuk Menteri ESDM, Menteri Perindustrian, dan Kepala SKK Migas, tidak ada respons memadai yang diberikan.
Harapan dan Tindakan Hukum
Yusri berharap Presiden Prabowo Subianto memberikan perhatian khusus terhadap isu ini, agar para pejabat terkait menjalankan tugasnya sesuai aturan. Jika hingga akhir Januari 2025 tidak ada perubahan signifikan, pihaknya berencana mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap stakeholder migas di Pengadilan Negeri Jakarta.
Pelanggaran terhadap kewajiban TKDN ini menjadi sinyal perlunya pengawasan lebih ketat dan kebijakan yang mendukung kemandirian industri migas nasional agar tidak bernasib sama seperti industri tekstil. (Har)