Hukum

Kasus LNG Pertamina vs Cheniere: Klarifikasi Terbaru dan Implikasinya

×

Kasus LNG Pertamina vs Cheniere: Klarifikasi Terbaru dan Implikasinya

Sebarkan artikel ini
Kasus LNG Pertamina vs Cheniere: Klarifikasi Terbaru dan Implikasinya
Ilustrasi by AI/dok.editor indonesia

Editor Indonesia, Jakarta – Kasus LNG Pertamina vs Cheniere merupakan kasus panjang antara Pertamina dan Corpus Christi Liquefaction (CCL), anak usaha Cheniere Energy dari Amerika Serikat, dan telah mencapai titik krusial dengan vonis terhadap mantan Dirut Pertamina, Karen Agustiawan, pada 24 Juni 2024. Meskipun demikian, Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman mengungkapkan bahwa Cheniere, perusahaan publik AS tersebut, tampaknya enggan untuk bertanggung jawab dalam kasus ini.

Yusri menjelaskan bahwa Cheniere diketahui telah diperiksa oleh KPK dan BPK pada September tahun lalu, namun belum memberikan respons yang jelas terkait keterlibatannya. Akibat kasus LNG Pertamina vs Cheniere berlarut-larut dan mengorbankan (mantan) Dirut Pertamina Karen Agustiawan.

“Cheniere sepertinya tidak memiliki empati terhadap Karen, meskipun kontribusinya dalam pengembangan proyek LNG mereka telah memberikan keuntungan signifikan bagi kedua belah pihak,” ujar Yusri pada konferensi pers di Jakarta, yang dikutip pada Ahad (30/6/2024).

Perihal vonis 9 tahun yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Tipikor Jakarta, Yusri menyatakan bahwa saatnya Cheniere bertindak untuk mengakhiri kerja sama tersebut. Terminasi kontrak, menurutnya, penting untuk menghindari lebih lanjutnya tuduhan terhadap kasus ini dan memastikan keadilan bagi Pertamina.

Yusri juga menyoroti perlunya pengakhiran kontrak berdasarkan analisis BPK yang hanya menghitung kerugian secara parsial, tanpa mempertimbangkan keuntungan yang diperoleh Pertamina pada tahun-tahun lainnya.

“Pertamina harus memastikan bahwa setiap kargo LNG yang dijual memberikan keuntungan yang sesuai, untuk menghindari risiko hukuman serupa di masa depan,” tambahnya.

Dalam konteks legalitas, Yusri mengacu pada isi Sales & Purchase Agreement (SPA) tahun 2015 antara Pertamina dan Cheniere, yang mengatur hak Cheniere untuk menghentikan kontrak jika ada pelanggaran atau praktik yang dilarang.

“Cheniere memiliki dasar yang kuat untuk mengakhiri SPA 2015, terutama dengan harga LNG yang saat ini lebih tinggi dari harga pasar CCL,” jelas Yusri.

Menurut Yusri, tinggal Pertamina yang akan gigit jari, sebab sebagian besar kargo LNG CCL sampai dengan 2030 sudah laku terjual, utamanya kepada pihak Total Trading.

Yusri mengakhiri pernyataannya dengan menekankan transparansi informasi, mengundang semua pihak untuk mengakses isi SPA 2015 yang tersedia secara publik untuk memahami lebih dalam tentang perjanjian tersebut.

“Publik bisa membuka link https://www.sec.gov/Archives/edgar/data/3570/000000357015000084/exhibit105cei20151stqtr.htm. dan menilainya dengan transparan,” pungkas Yusri. (Jio)