Editor Indonesia, Jakarta – Setelah melalui perjalanan yang panjang dan berliku, akhirnya United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) secara resmi menetapkan kebaya sebagai warisan budaya dunia.
Penetapannya diresmikan dalam sidang ke-19 Session of the Intergovernmental Committee on Intangible Cultural Heritage (ICH) pada 4 Desember 2024 di Asuncion, Paraguay.
“Kami bersyukur yang teramat sangat karena perjuangan panjang untuk pendaftaran ke UNESCO akhirnya membuahkan hasil yang sesuai harapan. Bagaimana pun sejarah keberadaan kebaya adalah perjalanan budaya Nusantara yang diwariskan para leluhur kita,” ujar Ketua Umum Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI), Rahmi Hidayati.
Usulan pengajuan kebaya sebagai warisan budaya dunia ini pertama kali disampaikan ke UNESCO tahun 2017 saat PBI menggelar acara 1.000 Perempuan Berkebaya.
Kemudian dipertegas lagi pada saat Kongres Berkebaya Nasional yang diadakan pada 5-6 April 2021 yang hasilnya pembentukan Tim Nasional pengurusan pendaftaran ke UNESCO.
Lima negara serumpun
Nominasi elemen budaya “kebaya” diajukan bersama oleh lima negara pada Maret 2023, berjudul “Dossier Kebaya: Knowledge, Skills, Tradition and Practice”.
Proposal tersebut menekankan kepada pengetahuan tentang kebaya, keterampilan membuat kebaya, tradisi memakai kebaya dan bagaimana melestarikan budaya berkebaya di masing-masing negara.
Uniknya pengajuan kebaya ke UNESCO tidak hanya oleh Indonesia. Tapi juga Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura dan Thailand.
Meski sempat jadi kontrovesi, namun adalah fakta bahwa pakaian kebaya juga dikenal sebagai budaya di empat negara tersebut yang memang serumpun dengan Indonesia.
Peraturan UNESCO juga lebih menekankan kepada upaya pelestariannya, bukan persoalan asal muasal dari produk budaya yang bersangkutan.
Parameter yang UNESCO tetapkan adalah bila negara pendaftara mampu membuktikan bahwa sudah menjaga keberadaan produk budayanya selama lebih dari 20 tahun secara terus menerus, maka negara tersebut berhak mendaftarkannya ke UNESCO.
“Budaya berkebaya tidaklah eksklusif hanya ada di Indonesia tetapi kebaya menjadi hidup dan menghidupi di negara-negara serumpun karena tradisi kebaya terus dijaga sebagai budaya yang berkelanjutan,” jelas anggota Timnas Kebaya, Indiah Marsaban.
Kebaya anti ribet
Selama ini pecinta kebaya berupaya melestarikan busana warisan leluhur Nusantara ini melalui berbagai kegiatan yang melibatkan generasi muda.
Upaya pelestarian budaya berkebaya yang telah PBI gelar dengan melibatkan generasi muda di antaranya adalah Gerakan Kebaya Goes To School, Kebaya Goes To Campus.
Ada pula Kebaya Goes To Office dijalankan di semua cabang baik di dalam maupun di luar negeri.
“Ada anggapan bahwa berkebaya tuh ribet dan tidak nyaman. Maka kami ajarkan cara yang praktis, yang membuat pemakainya tetap leluasa bergerak di berbagai aktivitas,” papar Rahmi Hidayati.
Pelestarian kebaya pada akhirnya berdampak ikutan berupa bergeraknya UMKM batik, perancang kebaya hingga perajin batik dan kain tenun yang tersebar di seluruh Nusantara. (Luhur Hertanto/A-2)







